TEMPO Interaktif, Jakarta - Tanpa kajian matang, pemberian hak pilih kepada TNI berpotensi menimbulkan konflik baik internal maupun eksternal. " Jadi harus memperhatikan tingkat kedewasaan anggota TNI dalam melihat perbedaan pilihan politik" kata Direktur Eksekutif Imparsial Poengky Indarti di Jakara, Selasa (22/6).
Sebelumnya, muncul pro-kontra terhadap kembalinya hak pilih TNI. Sebagian kalangan
mengkhawatirkan akan potensi penyalahgunaan hak pilih prajurit TNI dan kecemasan atas kembalinya TNI berpolitik.
Imparsial, kata Poengky, menilai pada prinsipnya dalam relasi hubungan negara dengan warga negara di negara demokrasi, penggunaan hak pilih tidaklah bersifat diskriminatif. Semua warga negara dengan tanpa melihat suku, kelompok, ras dan agama bisa dan boleh untuk menggunakan hak politiknya.
Atas dasar itu, anggota TNI tentunya juga memiliki hak yang sama dengan warga negara lain untuk dapat berpartisipasi dalam memilih pada pemilu. "Keinginan untuk memulihkan hak pilih anggota TNI pada Pemilu 2014 harus dilihat secara lebih hati-hati dan lebih serius."
Poengky memaparkan pemulihan itu perlu mengkaji beberapa hal, pemulihan
hak pilih terhadap anggota TNI juga harus dibarengi dengan ketertundukan anggota TNI
terhadap prinsip negara hukum. "Sehingga penggunaan hak pilih TNI baru bisa dilakukan setelah adanya proses reformasi peradilan militer," katanya.
Lebih dari itu, lanjut dia, adalah sangat positif apabila sebagian besar agenda penting reformasi TNI sudah dapat terealisasi sebelum penggunaan hak pilih TNI di pulihkan.
Independensi anggota TNI dalam memilih, kata dia, juga menjadi faktor penting yang
harus dipertimbangkan dalam pemulihan hak pilih TNI. "Dibutuhkan kepastian bahwa penggunaan hak pilih TNI sepenuhnya harus memenuhi prinsip-prinsip langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur dan adil dalam sebuah pemilihan umum," ujarnya.
Sehingga, sebelum hak pilih TNI dipulihkan, maka penting untuk membentuk aturan yang rinci dan tegas terkait dengan tata cara penggunaan hak pilih TNI dalam pemilu sehingga ada mekanisme dan jaminan hukum atas independensi prajurit dalam memilih. Hal ini setelah ada kajian yang akurat. Namun, jika kajian menyatakan belum cukup matang kesiapan TNI, Poengky berharap otoritas sipil maupun Panglima
TNI untuk tidak terburu-buru memulihkan hak pilih TNI pada pemilu 2014.
EKO ARI WIBOWO | AMIRULLAH