Rata-rata mereka mengaku tidak pernah melihat bentuk uang, nomor rekening, dan buku tabungan. “Kami hanya menandatangani akad kredit dengan bunga 14 persen tanpa tahu isi perjanjian dalam akad kredit,” kata Muhammad Jarir, salah seorang petambak di Blok 7 Bumi Dipasena Jaya, Jum’at (28/5).
Petambak yang telah memulai usahanya sejak 1991 itu mengatakan penandatangan akad kredit yang dilakukan di Kantor Kepala Kampung itu dilakukan serba tertutup. Terlebih saat menandatangani akad perjanjian, rata-rata petambak belum mulai tebar benur karena tersendatnya program revitalisasi tambak.
“Jika kredit itu berlaku sejak ditanda tangani, maka saya mempunyai sembilan bulan angsuran sementara selama itu belum memulai budidaya udang,” katanya.
Kredit Modal Kerja dan Investasi itu diberikan kepada petambak untuk mempersiapkan tambak untuk budi daya udang vanamei. Uang pinjaman sebesar itu dipergunakan untuk membeli plastik, memperbaiki tambak, membeli kincir, dan membeli bibit serta pakan udang. “Kami hanya mengetahui pengeluaran tanpa mampu mengatur pengeluaran uang kami,” katanya.
Dia berharap PT. Aruna Wijaya Sakti transparan dengan uang petambak. “Sebelum hutang kredit itu, rata-rata petambak telah terbelit hutang Rp 70 hingga Rp 100 juta. Itu sangat memberatkan karena kami belum produksi,” tegasnya.
NUROCHMAN ARRAZIE