Kedua, bertentangan dengan Garis-garis Besar Haluan Negara, atau yang sekarang disebut Rencana Pembangunan Jangka Panjang. Ketiga, mengandung dan menyebarkan ajaran komunisme, marxisme, dan leninisme. Keempat, merusak kesatuan dan persatuan masyarakat, bangsa, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Begitu pula buku yang merusak kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan.
Kriteria berikutnya ialah merusak akhlak dan memajukan pornografi dan pencabulan. Ketujuh, memberikan kesan anti Tuhan, anti agama, dan penghinaan terhadap salah satu agama yang diakui di Indonesia, sehingga merupakan penodaan dan perusak kerukunan hidup beragama.
Baca Juga:
Kedelapan, merugikan dan merusak pelaksanaan program pembangunan nasional yang tengah dilaksanakan dan hasil-hasil yang telah dicapai. Kesembilan, mempertentangkan suku, agama, ras, dan adat istiadat. Terakhir ialah hal lainnya yang dianggap dapat pula mengganggu ketertiban umum.
Kejaksaan Agung pada akhir tahun lalu melarang peredaran lima judul buku. Salah satunya ialah Enam Jalan Menuju Tuhan karya Darmawan. Darmawan tak terima dan mengajukan uji materi kepada Mahkamah Konstitusi. Ia meminta Mahkamah mencabut UU PNPS 1963 dan pasal 30 ayat (3) huruf c dalam Undang-undang Kejaksaan yang juga memberi kewenangan pada Kejaksaan untuk melarang buku. Kedua aturan tersebut dianggap melanggar hak asasi manusia untuk berpendapat, yang tercantum dalam Undang-undang Dasar 1945.
Dua penulis lainnya, yakni John Roosa (pengarang Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto) dan Muhidin M Dahlan (penyusun Lekra Tak Membakar Buku: Suara Senyap Lembar Kebudayaan Harian Rakjat 1950-1965), dalam berkas terpisah juga telah mengajukan permohonan uji materi serupa kepada Mahkamah.
BUNGA MANGGIASIH