Keduanya dilaporkan oleh perwakilan Komite Solidaritas Profesi M. Nasser atas tuduhan penyebaran berita bohong terkait kematian dokter Aulia.
Nasser mengatakan berita bohong yang disampaikan oleh Kemenkes RI adalah pernyataan bahwa dokter Aulia mahasiswi PPDS Undip meninggal akibat bunuh diri.
Dalam laporan tersebut, Nasser menuntut kedua pejabat Kemenkes RI itu dengan pasal 45 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tentang berita bohong.
"Melaporkan pejabat Kementerian Kesehatan atas penyebaran berita bohong yang menimbulkan keonaran," kata Nasser kepada wartawan di Bareskrim Polri.
"Kebohongan kedua yang disiarkan adalah kebohongan adanya bullying atau perundungan seolah-olah bunuh diri akibat perundungan. Bagaimana perundungan beliau almarhum semester lima, siapa yang mem-bully semester lima?" ujarnya.
Terkait laporan ini, pihak kepolisian mengusulkan untuk adanya mediasi terlebih dahulu dengan Kemenkes RI.
Adapun kasus bullying pada PPDS Undip mencuat setelah salah satu seorang mahasiswinya dokter Aulia Risma meninggal dunia. Ia diduga bunuh diri di tempat indekosnya di Jalan Lempongsari, Kota Semarang, Jawa Tengah.
Kematian korban Aulia Risma yang ditemukan pada 12 Agustus 2024 tersebut diduga berkaitan dengan perundungan di tempatnya menempuh pendidikan Keluarga Aulia sendiri sudah melaporkan dugaan perundungan tersebut ke Polda Jateng pada 4 September 2024.
Sementara, Dekan Fakultas Kedokteran Undip Semarang Yan Wisnu Prajoko telah mengakui adanya praktik perundungan di sistem PPDS di internal Undip dalam berbagai bentuk.
Karena itu, Yas Wisnu menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat, Kementerian Kesehatan, serta Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi.
Adapun Direktur Layanan Operasional RS Kariadi Semarang Mahabara Yang Putra juga mengakui peristiwa perundungan yang terjadi lembaga kesehatannya itu merupakan bentuk kealpaan.
"RS Kariadi sebagai wahana pendidikan turut bertanggung jawab atas peristiwa yang terjadi," katanya.
Pilihan Editor: Adu Kuat Ketua Tim Pemenangan Pilkada Jakarta, dari Riza Patria hingga Cak Lontong