TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Fraksi Partai Keadilan Bangsa (PKB) Cucun Ahmad Syamsurijal meyakini penggeledahan rumah Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar, oleh KPK tidak berkaitan dengan intrik politik. Menurut Cucun, selama proses hukum berjalan sesuai aturan, PKB tidak mempersoalkan penggeledahan tersebut.
"Asal on the track ini penegakan hukum, itu bukan bagian daripada hal yang luar biasa," kata Cucun saat ditemui di kompleks gedung DPR, Jumat, 13 September 2024.
Cucun mengatakan penggeledahan rumah kader PKB tersebut murni upaya pengembangan kasus korupsi pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat yang bersumber dari APBD Provinsi Jawa Timur periode 2019-2022.
Cucun berpendapat bahwa Abdul Halim tidak terlibat dalam kasus suap tersebut. "Beliau (ketika itu) sudah bukan di DPRD. Jadi substansinya jangan dikait-kaitkan dengan hal-hal yang lain," katanya.
Penggeledahan ini diduga berkaitan dengan kasus korupsi pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) yang berasal dari APBD Provinsi Jawa Timur pada periode 2019-2022. Sebelum ditunjuk sebagai Menteri Desa, Abdul Halim pernah menjabat sebagai Ketua DPRD Jawa Timur.
Kasus ini merupakan hasil pengembangan dari perkara suap terkait alokasi dana hibah yang diajukan melalui pokok pikiran (pokir) kelompok masyarakat. Dari 21 tersangka, 17 di antaranya diketahui sebagai pemberi, sementara 4 lainnya adalah penerima.
Tempo telah mencoba menghubungi Abdul Halim Iskandar untuk mengonfirmasi penggeledahan tersebut, tetapi ia belum menjawab atau mengangkat telepon.
Diberitakan sebelumnya, pada Jumat, 12 Juli 2024, tim penyidik KPK menetapkan 21 orang sebagai tersangka dalam pengembangan penyidikan kasus dugaan suap tersebut.
"Mengenai nama tersangka dan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh para tersangka akan disampaikan pada waktunya bilamana penyidikan dianggap cukup," ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto, Selasa 10 September 2024.
Tessa menjelaskan penetapan tersangka ini didasarkan pada surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) yang diterbitkan pada 5 Juli 2024.
"Penyidikan perkara ini merupakan pengembangan dari perkara OTT (operasi tangkap tangan) yang dilakukan terhadap STPS (Sahat Tua P. Simanjuntak) yang merupakan Wakil Ketua DPRD Provinsi Jatim dan kawan-kawan oleh KPK pada bulan September 2022," kata Tessa.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya menjatuhkan vonis 9 tahun penjara kepada Wakil Ketua DPRD Jatim nonaktif, Sahat Tua P. Simanjuntak, dalam kasus korupsi dana hibah pokok pikiran (pokir) DPRD Provinsi Jatim untuk anggaran tahun 2021.
"Menjatuhkan hukuman penjara selama 9 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar subsider hukuman selama 6 bulan penjara," kata Hakim Ketua I Dewa Suardhita, Selasa, 26 September 2023.
Sukma Kanthi Nurani berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: KPK Geledah Rumah Menteri Abdul Halim Iskandar, Apa Dugaan Kasusnya?