TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di berbagai daerah ramai-ramai menggadaikan Surat Keputusan (SK) pelantikan untuk memperoleh pinjaman dana. Fenomena menggadaikan SK ini terjadi hanya beberapa hari setelah dilantik.
Di Serang, Sekretaris DPRD Kota Serang, Ahmad Nuri, mengungkapkan bahwa saat ini sudah ada sekitar lima hingga sepuluh anggota DPRD yang menggadaikan SK mereka untuk mendapatkan pinjaman dari bank. Meski tidak mengingat nama-nama anggota dewan tersebut, Nuri menegaskan bahwa tindakan tersebut tidak dilarang dan menjadi hak pribadi setiap anggota dewan. "Sesuai kebutuhan mereka, itu hak juga," ujarnya saat diwawancarai di Gedung DPRD Kota Serang pada 5 September 2024.
Hal serupa terjadi di Kota Malang, di mana 17 dari 45 anggota DPRD yang baru dilantik pada 24 Agustus 2024, dilaporkan telah menggadaikan SK mereka ke Bank Jatim untuk memperoleh pinjaman. Sekretaris DPRD Kota Malang, Zulkilfi Amrizal, membenarkan informasi tersebut, namun menolak untuk mengungkap identitas para anggota dewan yang terlibat. Menurut Zulkilfi, penggadaian SK oleh anggota dewan adalah hal yang lazim terjadi di banyak daerah, bukan hanya di Kota Malang.
Proses penggadaian SK ini biasanya dimulai dengan anggota DPRD yang mendatangi Sekretariat Dewan untuk meminta surat keterangan yang menyatakan mereka adalah anggota DPRD resmi. Setelah itu, mereka berkomunikasi langsung dengan pihak bank untuk mengajukan pinjaman. Kredit yang diajukan oleh anggota DPRD Malang ini akan dipotong otomatis dari gaji bulanan mereka, yang rata-rata mencapai Rp45 juta per bulan, termasuk tunjangan.
Risiko Penggadaian SK
Namun, di balik kemudahan memperoleh pinjaman melalui gadai SK, ada risiko yang perlu dipertimbangkan. Salah satu risiko paling serius adalah jika anggota DPRD tersebut tidak mampu membayar cicilan pinjamannya. Dalam situasi seperti itu, pihak bank berhak untuk melakukan eksekusi terhadap jaminan, yaitu SK yang telah digadaikan.
Eksekusi jaminan ini dapat berujung pada konsekuensi serius, termasuk potensi pemutusan hubungan kerja secara tidak hormat. Bagi seorang anggota DPRD, kehilangan SK bisa berarti hilangnya posisi mereka sebagai wakil rakyat, dan mereka mungkin kehilangan hak-hak lain yang terkait dengan jabatan tersebut.
Pengamat kebijakan publik menilai bahwa jika anggota dewan terlalu banyak berutang dan tidak dapat memenuhi kewajibannya, hal itu dapat memengaruhi kinerja mereka dalam menjalankan tugasnya, terutama dalam mengawasi kinerja pemerintah daerah. Dalam jangka panjang, ini juga bisa merusak kepercayaan publik terhadap integritas dan profesionalisme para anggota dewan.
Ketua Sementara DPRD Kota Malang, I Made Riandiana Kartika, mengimbau agar anggota DPRD berhati-hati sebelum memutuskan untuk menggadaikan SK mereka. "Pertimbangkan betul konsekuensinya, meskipun itu adalah hak pribadi masing-masing anggota," ujarnya.
KARUNIA PUTRI | ABDI PURNOMO
Pilihan Editor: PPATK: Lebih dari 1000 Anggota Dewan Terlibat Judi Online