TEMPO.CO, Jakarta - Konflik Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City di Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau kembali memanas beberapa hari belakangan. Proyek ini masih menuai polemik lantaran tetap digalakkan meski warga menolak. Terbaru, warga mengambil alih pos Tim Terpadu PSN Rempang Eco City Badan Pengusahaan (BP) Batam di Simpang Dapur 6, Sembulang.
Tempo telah merangkum fakta-fakta gejolak di Pulau Rempang yang memanas lagi belakangan:
1. Rempang kembali memanas, warga rebut pos Tim Terpadu PSN
Pengambilalihan itu terjadi pada Jumat siang, 30 Agustus 2024. Warga mendatangi pos tersebut dan meminta petugas Direktorat Pengamanan (Ditpam) BP Batam yang berjaga untuk hengkang. Sebab, pos itu dibangun warga sebagai tempat anak-anak berteduh menunggu bus antar jemput sekolah. Setahun terakhir, setelah muncul konflik Rempang, BP Batam menguasai pos tanpa izin.
“Selama hampir setahun ini anak sekolah menunggu di tempat lain, padahal kami buat pos ini untuk anak-anak kami supaya tidak kena hujan, tidak panas,” kata Asmah, warga Rempang, Jumat lalu.
2. Tim Terpadu PSN pergi tapi datang lagi bangun gardu baru
Tim Terpadu PSN akhirnya bersedia meninggalkan pos setelah sempat terjadi cekcok. Namun mereka kembali datang pada malam harinya dan mendirikan gardu baru di samping pos tersebut. Adu mulut kembali terjadi malam itu. Warga tetap tidak terima BP Batam membangun posko di sana. Kawasan Simpang Dapur 6 bukan aset BP Batam.
“Tugas BP Batam itu menjaga aset BP Batam, di sini tidak satu pun aset BP Batam, aset BP Batam itu hanya di kampung Tanjung Banun,” kata Miswadi, juga warga Rempang, kepada Tempo, Sabtu, 31 Agustus 2024.
3. Tim Terpadu PSN bilang akan bangun pos di Kampung Tanjung Banun, tapi besoknya datang bawa tentara
Menurut Miswadi, Tim Terpadu PSN Ditpam BP Batam mengatakan akan membangun pos di Kampung Tanjung Banun. Kawasan ini merupakan tempat relokasi baru yang sedang dibangun BP Batam. Namun, keesokan harinya, Tim Terpadu PSN justru kembali datang dengan dikawal satu kompi prajurit TNI.
“Padahal pimpinan mereka bilang akan bangun posko di Kampung Tanjung Banun, tetapi tadi (Sabtu siang) datang lagi,” kata Wadi, sapaannya.
4. BP Batam klaim bangun pos untuk pengamanan pilkada
Ditpam BP Batam dan tentara beralasan, mereka membangun pos itu untuk pengamanan pemilihan kepala daerah atau pilkada 2024 di sekitaran simpang Sungai Buluh. Warga tetap menolak lantaran mereka menilai pengamanan pilkada bukanlah wewenang BP Batam. Tugas BP Batam menjaga aset yang mana tidak ada wilayah tersebut
“Tetapi tetap kami tolak. Dengan alasan pilkada itu mustahil, pengamanan pilkada bukan wewenang BP Batam. BP Batam itu tugasnya menjaga aset BP Batam, sementara di sini bukan aset BP Batam,” tegas Wadi.
5. Ibu-ibu aksi buka baju
Kisruh penolakan terhadap rencana Ditpam BP Batam mendirikan posko di Sungai Buluh juga didominasi oleh perempuan. Bahkan ada ibu-ibu sampai aksi buka baju untuk menghadang pasukan Ditpam BP Batam. Miswadi mengatakan, aksi itu terjadi secara spontan.
“Dengan cara itu warga ibu-ibu memperjuangkan agar BP Batam keluar dari sini, sampai ibu-ibu hanya pakai BH dan kolor, supaya BP Batam keluar (dari Simpang Sungai Buluh),” kata Wadi.
Selanjutnya: Dalih BP Batam