TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi bidang Pemerintahan DPR, Ahmad Doli Kurnia Tandjung, membantah komisinya bakal mengevaluasi posisi Mahkamah Konstitusi dalam jangka menengah dan panjang.
Politikus Partai Golkar itu menegaskan dirinya tidak pernah berbicara mengenai rencana evaluasi posisi Mahkamah dalam forum apa pun, dan dalam kapasitas apa pun, termasuk sebagai Ketua Komisi bidang Pemerintahan DPR.
"Saya tidak pernah bicara seperti itu, keterangan dari mana ya itu?" kata Doli saat dikonfirmasi Tempo, Jumat, 30 Agustus 2024.
Komisi Pemerintahan dan DPR, ia melanjutkan, tidak memiliki kewenangan untuk mengevaluasi Mahkamah. DPR berposisi sebagai pembuat Undang-Undang sebagaimana diatur dalam Pasal 69 dan 70 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau UU MD3.
"Komisi Pemerintahan tidak punya kewenangan mengevaluasi keberadaan lembaga negara," ujar Doli.
Sebelumnya, Tempo memperoleh keterangan tertulis yang menyebutkan bahwa Ketua Komisi bidang Pemerintahan DPR, Ahmad Doli Kurnia Tandjung berencana untuk mengevaluasi posisi MK karena dinilai menjalankan tugas di luar kewenangannya.
“Nanti kami evaluasi posisi MK karena memang sudah seharusnya kami mengevaluasi semuanya tentang sistem, mulai dari sistem pemilu hingga sistem ketatanegaraan. Menurut saya, MK terlalu banyak urusan yang dikerjakan, yang sebetulnya bukan urusan MK," kata Doli dalam keterangan tersebut.
Salah satu alasan adalah saat Mahkamah meninjau ulang Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Namun, akhirnya Mahkamah dinilai turut masuk pada hal-hal teknis, sehingga dianggap melampaui batas kewenangannya.
"Di samping itu, banyak putusan-putusan yang mengambil kewenangan DPR selaku pembuat undang-undang. Pembuat undang-undang itu hanya Pemerintah dan DPR, tetapi seakan-akan MK menjadi pembuat undang-undang ketiga," ujar dia.
Oleh sebab itu, ia mengatakan bahwa DPR akan mengubah hierarki tata urutan peraturan perundang-undangan karena putusan MK bersifat final dan mengikat.
"Akibatnya, putusan MK memunculkan upaya politik dan upaya hukum baru yang harus diadopsi oleh peraturan teknis, seperti halnya dengan putusan kemarin. Akan tetapi, ketika DPR mau mendudukkan yang benar sesuai undang-undang, muncul demonstrasi mahasiswa dan kecurigaan," kata Doli.
Pilihan editor: Penyebab Anies Baswedan Tersisih di Pentas Pilkada