TEMPO.CO, Jakarta - Juru Bicara Mahkamah Konstitusi atau MK Fajar Laksono mengatakan bahwa lembaganya tidak bisa bersikap apa pun terhadap sikap Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR yang menganulir putusan konstitusi soal UU Pilkada. Sebab, ujarnya, wewenang MK telah selesai setelah putusan itu dibacakan.
"Bagi MK, wewenang selesai ketika sudah putusan," kata Fajar ditemui di gedung MK, Jakarta, Kamis, 22 Agustus 2024.
Ia mengatakan, MK hanya berbicara melalui putusan yang telah dibacakan. Sementara pelaksanaan putusan MK itu bukan menjadi wewenang lembaganya, melainkan wewenang pelaksana undang-undang.
Namun, dia mengatakan karena perkara yang diuji merupakan bentuk undang-undang dan sudah berubah berdasarkan putusan MK, maka hal itu bisa dilaksanakan. Di sisi lain, Fajar mengungkapkan bahwa putusan MK tidak bisa diartikan secara terpisah-pisah melainkan perlu dibaca secara satu kesatuan.
Ia mengatakan, hingga hari ini UU Pilkada yang masih berlaku ialah undang-undang yang sudah diuji konstitusionalitasnya lewat putusan MK. Sebab, belum ada pengesahan dari DPR soal rebisi UU Pilkada yang tidak mengakomodir putusan MK itu.
"Mestinya kalau undang-undangnya berubah atau sudah dilengkapi dengan putusan MK, tentu peraturan pelaksanaan undang-undang itu harus menyesuaikan," kata Fajar.
Akan tetapi, jika rancangan undang-undang itu sudah disahkan, dia mengaku belum mengetahui apakah proses pengujian formil revisi UU Pilkada itu bisa selesai cepat apabila ada yang mengajukan gugatan ke MK.
Adapun pada 20 Agustus lalu, Mahkamah telah membacakan dua putusan Nomor 60 soal pencalonan kepala daerah dan Nomor 70 ihwal syarat batas usia kepala daerah. Sehari setelahnya, Badan Legislasi atau Baleg DPR lewat rapat panja membahas mengenai revisi UU Pilkada yang isinya menganulir dua putusan MK itu.
Putusan MK Nomor 60 berkaitan dengan pencalonan Pilkada yang diubah menjadi mengacu pada perolehan suara dan jumlah DPT, sedangkan putusan Nomor 60 berkaitan dengan batas usia pencalonan calon kepala daerah minimal adalah 30 tahun dihitung saat penetapan. Namun pengesahan revisi UU Pilkada itu masih tertunda lantaran kuota forum anggota dewan yang belum memenuhi. Pimpinan DPR kemudian menunda sidang paripurna hingga waktu yang belum ditentukan. Terakhir, Wakil Ketua Umum DPR Sufmi Dasco mengklaim DPR membatalkan revisi UU Pilkada karena tak ada waktu lagi untuk mengesahkannya sebelum waktu pendaftaran pada 27 Agustus lalu.
Pilihan Editor: Dasco Klaim DPR Batalkan Pengesahan Revisi UU Pilkada