TEMPO.CO, Jakarta - Ribuan orang menggelar aksi unjuk rasa di depan kompleks DPR, Jakarta, pada Kamis, 22 Agustus 2024. Mereka datang menuntut DPR agar tidak mengangkangi putusan MK soal ambang batas syarat pencalonan kepala daerah dan batas kandidat peserta Pilkada 2024.
Mereka berasal dari berbagai kalangan mulai dari mahasiswa, organisasi masyarakat sipil dan buruh, artis ibu kota hingga komika.
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menyatakan bahwa yang diperjuangkan ini adalah sesuatu yang benar. Menurut dia, demo hari ini bukan terkait dengan satu orang atau satu partai politik
"Tapi terkait dengan keadilan dan demokrasi," kata Refly di depan Gedung DPR RI, pada Kamis 22 Agustus 2024.
Menurut Refly putusan mahkamah konstitusi itu putusan yang benar dan normal yang seharusnya tinggal dilaksanakan, tak perlu dibantah atau dianulir.
"Apa yang dilakukan oleh DPR, kampungan," ujar dia.
Menurut Refly, menganulir sebuah putusan mahkamah konstitusi hanya dalam jangka waktu satu hari dengan pembahasan di Baleg yang dipercepat yang bertentangan dengan konstitusi pula.
"Karena membuat undang-undang harus dengan partisipasi masyarakat. Tidak boleh seperti orang sedang belajar menghadapi ujian besok alias sistem kebut semalam," kata Refly
Karena itu, menurut Refly apa yang dilakukan oleh DPR ini menentang dua hal.
"Secara prosedur salah dan secara substantif juga salah," ujar dia.
Oleh itu, kata dia, jika memperjuangkan agar RUU ini tidak disetujui tidak disahkan oleh Presiden, itu adalah tindakan yang benar.
"Mereka yang membangkang konstitusi, DPR dan pemerintah yang membangkang konstitusi, yang datang ke sini adalah orang yang ingin menegakkan konstitusi," kata Refly.
Sebelumnya, Badan Legislasi atau Baleg DPR putuskan ambang batas syarat pencalonan kepala daerah tetap 20 persen kursi di parlemen. Putusan itu tertuang dalam draf revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Putusan Baleg DPR yang diketok palu pada Rabu, 21 Agustus 2024 itu, otomatis mengoreksi putusan MK yang telah menghapus ambang batas tersebut. Ketua Umum DPP GMNI Arjuna Putra Aldino menilai revisi UU Pilkada yang dilakukan oleh Baleg DPR cacat hukum atau inkonstitusional.
Pilihan Editor: Refly Harun Anggap Demokrasi di 2 Periode Kepemimpinan Jokowi Jalan di Tempat
MOCHAMAD FIRLY FAJRIAN