TEMPO.CO, Jakarta - Kemarin, delapan fraksi di Badan Legislasi atau Baleg DPR menyetujui perubahan keempat Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) dalam rapat yang berlangsung pada Rabu, 21 Agustus 2024 malam. Fraksi PDI Perjuangan menjadi satu-satunya yang menolak hasil pembahasan tersebut.
Salah satu poin utama dalam perubahan ini adalah terkait syarat usia calon gubernur dan wakil gubernur. Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi atau MK menetapkan bahwa usia minimal calon adalah 30 tahun terhitung sejak pendaftaran.
Namun, Baleg DPR mengusulkan perubahan sehingga batas usia tersebut dihitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih. Selain itu, Baleg juga merumuskan ketentuan ambang batas pencalonan, di mana partai politik non-kursi di DPRD hanya memerlukan 6,5 hingga 10 persen suara sah untuk mencalonkan kepala daerah, sementara partai dengan kursi di DPRD membutuhkan 20 persen kursi atau 25 persen suara sah.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ach Baidowi, menyampaikan alasan Baleg DPR RI memilih putusan Mahkamah Agung (MA) terkait syarat usia pencalonan kepala daerah. Menurutnya, putusan MA lebih jelas dan rinci dalam mengatur ketentuan tersebut dibandingkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang hanya menolak permohonan tanpa memberikan panduan detail.
"Mayoritas fraksi merujuk pada putusan MA, DPD juga begitu, pemerintah menyesuaikan," kata Baidowi yang juga merupakan politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), saat memimpin rapat Panja RUU Pilkada pada Rabu, 21 Agustus 2024.
Dalam rapat tersebut, anggota Baleg dari Fraksi PDIP, TB Hasanuddin, juga menambahkan pandangannya mengenai syarat usia calon kepala daerah. Menurutnya, yang harus diatur adalah usia saat pendaftaran, bukan saat pelantikan. Hasanuddin memberikan contoh dari proses pendidikan militer, di mana batas usia ditentukan saat seorang calon ditetapkan menjadi taruna akademi militer, bukan ketika dilantik sebagai letnan. "Menurut hemat kami begitu," jelasnya.
Sementara itu, politisi Partai Demokrat, Benny K Harman, mengusulkan agar setiap fraksi menyampaikan pandangan mereka secara terbuka agar publik bisa memahami isu yang tengah diperdebatkan. Menurutnya, keputusan ini bukan hanya soal usulan Baleg, melainkan juga tentang dua putusan dari MA dan MK yang memiliki norma hukum yang sama. "Kita kemudian bingung pilih yang mana, saya setuju kalau ini pilihan politik kita yang ada di Baleg," ujar Benny.
Ia juga menegaskan bahwa Baleg DPR menghormati baik MA maupun MK sebagai lembaga tinggi negara. Namun, Benny mengkritik MK yang sering dianggap terlalu berkuasa karena memiliki kewenangan membatalkan atau menafsirkan undang-undang, sehingga terkesan mengambil alih fungsi legislasi DPR. "Kita sungguh-sungguh, bukan mau bela siapa tapi norma hukum ada di sini dan pilih mana itu pilihan politik dan itu sah," tambahnya.
Selain itu, anggota fraksi PDIP lainnya, Arteria Dahlan, menekankan perlunya Baleg DPR untuk menampung putusan-putusan tersebut dalam perubahan UU Pilkada. Dia juga menyoroti bahwa syarat usia pencalonan seharusnya dihitung sejak pendaftaran, bukan saat pelantikan, karena hal itu tidak sesuai dengan maksud hukum yang ada.
"Kami hanya 1 fraksi suaranya," tutup Arteria.
KARUNIA PUTRI | SULTAN ABDURRAHMAN
Pilihan editor: Berikut BEM Kampus yang Serukan Aksi Turun ke Jalan Protes Upaya Pengesahan RUU Pilkada