INFO NASIONAL – Umat manusia selalu berupaya menciptakan inovasi yang mempermudah kehidupan sehari-hari. Salah satu inovasi penting yang ditemukan pada akhir abad ke-19 adalah Bisphenol A (BPA).
BPA awalnya dikembangkan sebagai estrogen sintetis dan kemudian menjadi bahan utama dalam produksi plastik dan berbagai produk konsumen lainnya. BPA digunakan secara luas dalam industri kemasan makanan, plastik, dan produk sehari-hari lainnya karena kemampuannya yang luar biasa dalam memperkuat bahan dan menjaga keawetan produk.
Inovasi ini membawa kemudahan yang signifikan dalam penyimpanan dan distribusi makanan, serta meningkatkan efisiensi industri global. “Jadi, tidak aneh kalau BPA ini sering ditemukan dalam kemasan makanan, minuman, botol air, plastik, dan juga lapisannya dalam kaleng makanan. Nah, BPA kenapa dipakai? Karena dikenal mampuannya dalam memberi kekuatan dan daya tahan pada plastik,” tutur epedimolog dr. Dicky Budiman kepada Info Tempo pada awal Agustus 2024.
Namun seiring berjalannya waktu, ditemukan bahwa BPA memiliki efek negatif yang serius terhadap kesehatan manusia. “BPA ini punya potensi risiko kesehatan karena dia bisa meresap dalam makanan, minuman, dari kemasan yang mengandung bahan BPA ini, terutama kalau kepanasan atau kena asam,” kata dr. Dicky sebagai peneliti dari Global Health Security, Risk Communication, Leadership & Ethics Public Health.
Sementara itu, ahli farmakologi dari Universitas Airlangga, Prof. Junaidi Khotib menjelaskan lebih rinci penyebab BPA berperan sebagai pengganggu kesehatan. BPA rupanya menyerupai senyawa endokrin dalam tubuh termasuk beberapa hormon yang dapat membentuk ikatan pada reseptor hormon.
Baca juga:
“Sebenarnya, ikatan endokrin dengan reseptornya akan menjamin fungsi fisiologis terjadi dengan baik. Namun jika senyawa endokrin diganggu fungsinya oleh BPA maka keadaan fisiologis ini akan bergeser pada keadaan patofisiologi,” kata Prof. Junaidi.
Menurut dia, ada berbagai referensi studi yang menunjukkan dampak langsung gangguan endokrin seperti diabetes, hipertensi, fertilitas, kanker dan gangguan mental. “Dalam kajian tim kami telah mengevaluasi dampak paparan BPA pada kesehatan mental baik penelitian di laboratorium maupun epidemiologi,” ujarnya.
Prof. Junaidi menjelaskan, dalam penelitian di laboratorium pada hewan coba menunjukkan paparan BPA dengan berbagai kadar pada jangka waktu lama dapat menimbulkan gangguan perilaku hewan coba berupa kemampuan motorik dan aktivitas gerak, keseimbangan serta daya ingat (learning memory).
Perubahan perilaku ini disebabkan adanya perubahan struktur, kemampuan deferensiasi dan proses pematangan sel syaraf serta produksi neuro-transmitternya. Pada studi epidemiologi menunjukkan bahwa kadar BPA dalam darah atau urin pada anak usia pertumbuhan berkorelasi erat dengan gangguan perilaku, kecemasan dan depresi.
Dalam tulisan Johanna R. Rochester berjudul Bisphenol A and human health: A review of the literature, disebutkan bahwa ada lebih dari 300 studi yang menemukan kaitan BPA dengan efek kesehatan.
Ia mengakui mayoritas penelitian tersebut menggunakan hewan coba, sedangkan percobaan pada manusia masih sangat terbatas. Beruntung, studi epedimologis terus dilakukan di banyak belahan dunia. Johanna mencatat, hingga Mei 2013 setidaknyat terdapat 91 studi yang meneliti BPA dan efek kesehatan manusia.
Ia memandang penting untuk terus melakukan studi pada manusia. Pasalnya, paparan BPA sudah terjadi secara meluas akibat pemakaiannya pada berbagai produk di industri. “BPA dapat dideteksi dalam urin hampir semua orang dewasa dan anak-anak yang diuji, serta dalam serum wanita hamil, ASI, cairan folikuler dan amnion, darah tali pusat dan jaringan plasenta, serta hati janin manusia, yang menunjukkan bahwa paparan BPA meluas ke dalam rahim pada janin yang sedang berkembang,” ujarnya. (*)