INFO NASIONAL - Balai Besar Kimia, Farmasi, dan Kemasan (BBKFK) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) membuktikan migrasi Bisfenol-A (BPA) dari berbagai merek air minum dalam kemasan (AMDK) galon berbahan polikarbonat yang diteliti masih jauh di bawah ambang batas aman yang ditetapkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Manajer Teknis BBKFK Kemenperin, Roni Kristiono mengatakan, dari hasil penelitian delapan perusahaan yang mengajukan uji migrasi BPA, tidak ada yang melebihi ambang batas aman yang diatur dalam Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2019 mengenai ambang batas maksimum migrasi BPA dalam wadah penyimpanan sebesar 600 mikrogram per liter (0,6 ppm).
“Kalau yang masuk ke kita, nilainya itu masih dalam batas ambang semua. Kita juga uji tiga kali setiap 10 hari, tetap masih di bawah batas ambangnya,” ujarnya.
Menurutnya, alat deteksi untuk membaca migrasi BPA dari galon Polikarbonat di BBFKK ini memiliki memiliki limit deteksi sampai 0,012 bpj. “Nah, rata-rata migrasi BPA dari galon-galon Polikarbonat yang kita teliti itu masih jauh di bawah angka 0,012 bpj sehingga tidak bisa terbaca. Tapi juga ada yang 0,1 bpj. Tapi, semua masih di bawah batas ambang aman yang ditetapkan BPOM,” katanya.
Sebelumnya, Kepala Laboratorium Teknologi Polimer dan Membran Institut Teknolgi Bandung (ITB), Akhmad Zainal Abidin mengungkapkan hasil penelitian terbaru terhadap AMDK galon berbahan polikarbonat tidak menunjukkan adanya kandungan zat BPA.
Akhmad mengatakan, Kelompok Studi Polimer Institut Teknologi Bandun (ITB) melakukan penelitian yang menguji keamanan dan kualitas air minum dalam kemasan galon berbahan polikarbonat dari berbagai merek ternama di Provinsi Jawa Barat. Studi tersebut berfokus untuk mendeteksi migrasi BPA dari kemasan galon berbahan polikarbonat ke dalam air minum terhadap empat sampel dari merek AMDK terpopuler.
"Dari penelitian yang kami lakukan, kami tidak mendeteksi BPA di semua sampel AMDK yang diuji," ujarnya.
Artinya, menurut dia, kadar BPA masih sangat aman, berada jauh di bawah ambang batas yang ditetapkan otoritas keamanan pangan nasional dan internasional, seperti Standar Nasional Indonesia (SNI), BPOM dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Penelitian ini menunjukkan semua sampel air minum yang diuji terbukti aman untuk dikonsumsi masyarakat dan telah sesuai dengan standar serta regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah dan juga standar internasional,” katanya.
Menurutnya, penelitian yang dilakukan merupakan bagian dari upaya mengedukasi masyarakat mengenai kualitas dan keamanan AMDK yang berbasis pada serangkaian uji ilmiah yang ketat, terpercaya, dan independen.
Penelitian tersebut mengikuti metode uji baku keamanan dan kualitas air minum nasional dan internasional, baik standar dari BPOM, SNI, Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), maupun American Public Health Association (APHA), dengan menggunakan detail analisis kimia dari Association of Official Analytical Chemist International (AOAC).
Akhmad pun menjelaskan, penelitian dilakukan dengan menggunakan alat ukur canggih yaitu High Performance Liquid Chromatography (HPLC) yang terkenal akan ketepatan akurasinya, dengan nilai Limit of Detection (LoD) sebesar 0,0099 mikrogram per liter (mcg/L). (*)