TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat, Jazuli Juwaini, mengkritik keputusan Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) yang mengharuskan anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) putri untuk melepas hijab. Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menilai keseragaman anggota Paskibraka 2024 tanpa hijab bagi perempuan yang beragama Islam sudah melanggar hak-hak dalam beragama.
"Padahal di era pembinaan Paskibraka oleh Kementerian Pemuda dan Olah Raga, jilbab bukan penghalang tugas Paskibraka saat mengibarkan bendera di Hari Kemerdekaan," kata Jazuli melalui keterangan tertulis yang diterima Tempo pada Rabu, 14 Agustus 2024.
Jazuli menuding BPIP tidak memahami makna Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 karena membuat ketentuan yang justru mendiskriminasi pelajar berjilbab untuk menjadi anggota Paskibraka. Padahal sila pertama Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa serta Pasal 29 ayat 2 UUD 1945 sudah menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya tersebut.
"Aturan BPIP itu jelas kebablasan dan mencerminkan ketidakpahaman terhadap Pancasila dan UUD 1945," ujar Jazuli.
Ia menegaskan, jilbab bagi pelajar muslimah bukan untuk dibuka- tutup. Tapi pemakaian jilbab memang keharusan bagi muslimah di setiap kesempatan. Sehingga penerapan keseragamaan anggota Paskibraka tanpa mengenakan jilbab sudah jelas melanggar hak beragama.
"Fraksi PKS meminta agar aturan kepala BPIP itu dibatalkan dan mengembalikan hak Paskibraka mengenakan jilbab dalam pengibaran bendera di Hari Kemerdekaan seperti yang sudah berlaku selama ini," kata Jazuli.
Saat Presiden Joko Widodo mengukuhkan 76 anggota Paskibraka 2024 di Istana Negara, Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur pada Selasa lalu, semua anggota Paskibraka putri tak memakai jilbab. Padahal ada 18 anggota Paskibraka putri yang berasal dari 18 provinsi yang sebelumnya berhijab.
Fakta tersebut mengundang sorotan kepada BPIP sebagai pengelola dan penanggung jawab Paskibraka. BPIP menjadi penanggung jawab Paskibraka sejak 2022 lalu. Lembaga ini merekrut anggota Paskibraka 2024 yang berasal dari perwakilan 34 provinsi.
Kepala BPIP Yudian Wahyudi berdalih anggota Paskibraka putri itu secara sukarela melepaskan jilbabnya. Sebelum melepas hijab, kata Yudian, mereka sudah menandatangani terlebih dahulu surat pernyataan kesediaan mematuhi peraturan pembentukan dan pelaksanaan tugas Paskibraka. Tanda tangan itu dibubuhkan di atas materai Rp 10.000 yang menandakan bahwa pernyataan tersebut resmi dan mengikat di mata hukum.
“(Pelepasan hijab) hanya dilakukan pada saat pengukuhan Paskibraka dan pengibaran Sang Merah Putih pada upacara kenegaraan saja,” kata Yudian ketika memberi pernyataan pers di Hunian Polri, di kawasan Ibu Kota Nusantara, Kalimantan Timur, Rabu, 14 Agustus 2024, yang dikutip dari Antara.
Yudian mengatakan tujuan anggota Paskibraka putri melepas hijab adalah untuk mengangkat nilai-nilai keseragaman dalam pengibaran bendera. “Karena memang dari awal Paskibraka itu uniform (seragam),” kata dia.
Ia menjelaskan, ketentuan tentang keseragaman tata pakaian dan sikap tampang Paskibraka 2024 tertuang dalam Surat Edaran Deputi Diklat BPIP Nomor 1 Tahun 2024. BPIP juga menerbitkan peraturan nomor 35 tahun 2024 tentang standar pakaian, atribut, dan sikap tampang Paskibraka. Dalam aturan tersebut tidak terdapat pilihan berpakaian hijab bagi anggota Paskibraka 2024.
Yudian mengatakan penyeragaman pakaian tersebut berangkat dari semangat Bhinneka Tunggal Ika yang dicetuskan oleh Soekarno, pendiri bangsa sekaligus presiden pertama Republik Indonesia.
Nilai-nilai yang dibawa oleh Soekarno, kata dia, adalah ketunggalan dalam keseragaman. BPIP lantas menerjemahkan ketunggalan tersebut dalam wujud pakaian yang seragam. Apalagi para anggota Paskibraka ini akan bertugas sebagai pasukan. “Dia (anggota Paskibraka yang berhijab) bertugas sebagai pasukan yang menyimbolkan kebersatuan dalam kemajemukan,” ujar Yudian.
Pilihan Editor: Megawati dan SBY tak Akan Hadir pada Upacara Hari Kemerdekaan di IKN