TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator lapangan aksi demonstrasi sopir Jaklingko di Balai Kota DKI Jakarta, Fahrul Fatah menjelaskan poin tuntutan mereka ke Pemerintah Provinsi (Pemprov), yakni soal transparansi pembagian kuota atas penyerapan angkutan reguler yang diklaim tidak adil. Hari ini, ratusan sopir bersama armadanya melakukan demo.
Fahrul menuding adanya politisasi Jaklingko yang diduga dilakukan Direksi Transjakarta dengan anggota DPRD DKI sekaligus sebagai ketua salah satu operator mitra Jaklingko yang memonopoli penyerapan unit bus kecil di Transjakarta.
"Direksi Transjakarta menganakemaskan satu operator tertentu. Di mana ketua dari operator tersebut adalah Komisi B DPRD DKI. Entah motifnya apa," kata Fahrul melalui keterangan tertulis yang diterima Tempo pada Selasa, 30 Juli 2024.
Fahrul menganalogikan, ada 11 operator yang saat ini bekerja sama dengan Transjakarta untuk menyuplai 2.795 unit bus kecil untuk program Jaklingko. Tetapi sebanyak 1.435 unit disuplai hanya dari satu operator saja. Sisanya 1.357 unit dibagi ke sepuluh operator.
Ia mengklaim operator itu selalu mendapatkan kemudahan, padahal operator lain dipersulit oleh Transjakarta. "Dicari-cari kesalahannya dan pembagian kuota yang kecil. Namun harus dibagi ramai-ramai. Kami menuntut keadilan atas semua dan meminta Pj Gubernur DKI Jakarta untuk bisa memberikan solusi yang adil bagi semua," kata Fahrul.
Fahrul mengatakan saat ini ada 8 koperasi mitra operator program Jaklingko dari Pemprov DKI Jakarta yang bekerja sama dengan Transjakarta. Mereka tergabung dengan dalam aliansi komunitas laskar biru (FKLB) yang melakukan aksi unjuk rasa di Jalan Medan Merdeka Selatan, tepatnya di depan Kantor Balai Kota DKI Jakarta. Koperasi itu terdiri dari koperasi Komilet Jaya, Purimas Jaya, Kopamilet Jaya, Komika Jaya, Kolamas Jaya, Kodjang Jaya, PT Lestari Surya Gemapersada dan PT Kencana Sakti Transport.
Ketua Koperasi Komilet Jaya, Berman Lembong menjelaskan terhitung sejak 2018, sebenarnya Gubernur DKI Jakarta menginstruksikan pengadaan Jaklingko Mikrotrans sebanyak 6.360 unit. "Namun memasuki tahun ke tujuh (2024) populasi bus kecil hanya 2.795 unit atau setara 43,94 persen," ujarnya.
Dengan adanya monopoli penyerapan unit yang dilakukan salah satu operator, menurut Berman, praktik itu dinilai tidak sehat. "Transjakarta sebagai pengelola subsidi transportasi Pemprov Jakarta melalui public service obligation (PSO) harus menghentikan hal tersebut. Karena dana PSO dari APBD Pemprov DKI yang harus transparan," kata dia.
Selain itu, mereka meminta kenaikan hitungan bayaran. Lantaran selama ini sopir Jaklingko dibayar bukan berdasarkan berapa orang yang dibawa, melainkan jumlah jarak yang ditempuh.
Kepala Dinas Perhuhungan DKI Syafrin Liputo menjawab tudingan para pendemo soal monopoli. Ia menepisnya, sebab masing-masing koperasi memiliki jumlah kendaraan berbeda. "Ini tentu akan diselaraskan oleh teman-teman Transjakarta," kata dia.
Pilihan Editor: Respons Heru Budi Hartono Soal Demo Sopir Jaklingko