TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Memanggil Lima Tujuh atau IM57+ Institute menanggapi klarifikasi putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep ke KPK, soal dugaan gratifikasi jet pribadi yang ditumpanginya bersama sang istri Erina Gudono saat terbang ke Amerika Serikat pada 18 Agustus 2024.
Ketua IM57+ Institute, M Praswad Nugraha, menyebut bahwa gratifikasi secara teoritis maupun praksis dapat diberikan secara langsung maupun tidak langsung kepada si penyelenggara negara. “Sehingga jangan ada yang coba-coba menyesatkan logika bahwa gratifikasi harus diterima langsung oleh penyelenggara negara,” kata Praswad dalam keterangan tertulis, Rabu, 18 September 2024.
Praswad mengungkapkan, salah satu pendekatan yang paling umum adalah gratifikasi kepada penyelenggara negara diberikan melalui keluarganya. “Harusnya KPK tidak asing dengan modus tersebut. Kita tentu masih ingat bahwa bukan pertama kalinya KPK melakukan pendalaman dari hubungan keluarga atas dugaan gratifikasi,” ujarnya.
Ia kemudian mengungkit kembali kasus Rafael Alun dan Andhi Pramono yang terbongkar karena gaya hidup mewah keluarganya. Praswad menyebut keduanya diproses oleh KPK dengan serius dan terbukti dalam proses peradilan atas penerimaan gratifikasi dengan vonis hukuman yang sangat serius. Dengan demikian, Praswad mengartikan KPK sudah biasa melakukan proses penyidikan dengan pendekatan yang komprehensif atas dugaan gratifikasi.
“Menjadi suatu keanehan ketika adanya perbedaan perlakuan terhadap keluarga Presiden. Apakah memang saat ini KPK sudah menjadi tumpul ketika berhadapan dengan kekuasaan?” kata dia.
Lebih lanjut, Praswad melalui keterangan tertulis juga menjelaskan bahwa klarifikasi adalah salah satu tahapan dari penilaian status gratifikasi dan menurutnya, KPK memahami betul prosedur tersebut dan seharusnya melakukan pendalaman lebih jauh mengenai rasionalitas dan motif dari pemberian fasilitas tersebut.
“Pada sisi rasionalitas, apakah rasional private jet dapat disewa dengan harga 90 juta per orang dengan destinasi Indonesia-Amerika, dan alasan "nebeng", sedangkan harga kelas bisnis dari maskapai komersil biasa/non privet jet ke tujuan yang sama memiliki harga yang jauh lebih mahal,” ungkapnya.
Dia juga menilai KPK selama ini selalu bisa membuktikan, pasti ada pemberian-pemberian lainnya selain yang terekspose di media. Sehingga Praswad kemudian mempertanyakan mengapa untuk kasus dugaan gratifikasi Kaesang KPK seolah-olah menjadi kebingungan untuk memahami anatomi perkara gratifikasi yang menyeret bungsu Presiden Jokowi.
Dengan demikian, kata dia, pimpinan KPK harus bertanggungjawab atas ketidakjelasan sikap KPK saat ini. “Terlebih, atas inisiatif sendiri, Pahala Nainggolan, Deputi Pencegahan dan Monitoring, melakukan penjelasan ke publik seakan semua alasan yang dikemukakan Kaesang merupakan alasan rasional. Padahal Pahala bukanlah juru bicara KPK maupun pihak yang ditunjuk mewakili KPK dalam penanganan kasus.”
Dia menilai tindakan Pahala dapat disalahartikan sebagai sikap resmi KPK yang pada akhirnya akan membenarkan prilaku penerimaan fasilitas oleh keluarga penyelenggara negara ke depan.
Maka dari itu, Praswad mewanti-wanti agar Dewan Pengawas (Dewas KPK) harus melakukan proses pendalaman atas dugaan pelanggaran etik ini secara serius dan Nawawi sebagai ketua KPK harus mengambil sikap tegas untuk mengklarifikasi sikap KPK yang sebenarnya.
“Jangan publik terus-terusan dibodohi, seolah perkara gratifikasi private jet ini hanya sekedar soal uang pengganti gratifikasi Rp90 juta. Informasi yang simpang siur ini harus disudahi,” tandasnya.
Untuk diketahui, sebelumnya, Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan bahwa Kaesang datang melapor sebagai dugaan gratifikasi atas penggunaan private jet atas nama anak penyelenggara negara (PN).
“Di formulir disebut Kaesang melapor sebagai anak PN,” kata Pahala kepada awak media pada Selasa, 17 September 2024. Kaesang ini memang tidak termasuk ke dalam penyelenggara negara atau pejabat, maka dia dilaporkan dugaan gratifikasi karena statusnya sebagai anak Jokowi.
Pahala juga mengimbau agar tidak terlalu banyak spekulasi terlalu jauh. KPK akan menilai terlebih dahulu apa yang dilaporkan oleh Kaesang, apakah nebeng yang ia sebut itu termasuk ke dalam gratifikasi atau tidak.
“Apakah ini milik negara atau pemilik yang bersangkutan. Kalau milik negara maka akan dinilai ya fasilitas itu berapa nilainya dan nanti akan diganti dalam bentuk uang, tapi kalau dibilang ini milik yang bersangkutan, ya sudah laporannya ya begitu saja bahwa ini ditetapkan sebagai milik yang bersangkutan. Jadi 30 hari paling lama kita akan tetapkan,” ujarnya.
NI KADEK TRISNA CINTYA DEWI I DEFARA DHANYA PARAMITHA | DEDE LENI MARDIANTI
Pilihan Editor: Kaesang Nebeng Jet Pribadi, Dosen FH UII Beri Tahu Cara Sederhana Buktikan Gratifikasi