TEMPO.CO, Jakarta - Damar Madya Prasetya, 19 tahun tidak membiarkan keterbatasan ekonomi menghalangi mimpinya berkuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM). Anak kedua dari pasangan Mohammad Sarip (49) dan Yayuk Suprihatin (49), ini tumbuh di rumah sederhana yang terletak di gang kecil di daerah Mangkuyudan, Mantrijeron, Yogyakarta.
Ayahnya, Mohammad Sarip seorang tukang bengkel yang penghasilannya kurang dari satu setengah juta rupiah per bulan, tergantung pada jumlah motor yang bisa diperbaikinya setiap hari. Selama 21 tahun, Sarip bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dan membiayai pendidikan kedua anaknya. Sementara itu, Yayuk, istrinya, adalah ibu rumah tangga yang mengurus keperluan sehari-hari keluarga.
Dikutip dari laman ugm.ac.id, meski tumbuh dalam keterbatasan ekonomi, Damar Madya Prasetya menunjukkan prestasi dan talenta yang membanggakan. Selama di SMP dan SMA, ia meraih berbagai penghargaan tingkat nasional dalam lomba menyanyi, macapat (tembang Jawa), menggambar, desain poster, dan FLS2N.
Selain itu, Damar juga aktif dalam berorganisasi, menjabat sebagai Ketua OSIS dan Ketua MPK (Majelis Perwakilan Kelas). Keinginannya untuk kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) sudah tumbuh sejak SMP, dan motivasinya semakin kuat setiap kali ia mengantar ibunya kontrol kesehatan ke rumah sakit.
"Setiap kali kontrol, saya kagum melihat dokter yang bisa membantu menyembuhkan pasien. Dari situ, saya berpikir bahwa kuliah di kedokteran adalah pilihan yang tepat," ujarnya.
Menjelang kelulusan di SMA Negeri 1 Yogyakarta, Damar mendaftar di Program Studi Kedokteran FK-KMK UGM melalui jalur Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNBP) dan diterima. Namun, kekhawatiran muncul saat menunggu pengumuman biaya uang kuliah tunggal atau UKT, mengingat kondisi ekonomi keluarganya yang tidak memadai.
"Kondisi ekonomi kami sangat terbatas, sehingga saya ragu apakah bisa menutupi biaya kuliah, apalagi di kedokteran," kata dia.
Dengan doa dan kerja keras yang tak pernah surut, Damar Madya Prasetya akhirnya mencapai sebuah pencapaian yang luar biasa dimana dia meraih Beasiswa UKT Pendidikan Unggul Bersubsidi 100 persen dari UGM, yang sepenuhnya membebaskan biaya kuliahnya.
“Kami sangat bersyukur. Sejak kecil, Damar sudah bercita-cita untuk kuliah di kedokteran UGM, dan kini akhirnya mimpinya menjadi kenyataan,” kata Yayuk Suprihatin, ibunya, sambil meneteskan air mata haru.
Meskipun keluarga mereka hidup dalam keterbatasan, Yayuk selalu memprioritaskan pendidikan sebagai hal yang utama, berjuang keras untuk memastikan kedua anaknya mendapatkan kesempatan yang lebih baik.
“Saya ingin anak-anak saya mendapatkan pendidikan yang layak. Saya tidak mau mereka mengalami kesulitan yang sama seperti yang saya alami,” ujar Yayuk.
Keberhasilan Damar membuat Yayuk sering merenungkan perjalanan panjang dan penuh perjuangan anaknya. Sejak kecil, Damar sudah menunjukkan kegigihan dan dedikasi yang luar biasa dalam meraih prestasi, meskipun banyak tantangan yang harus dihadapi.
“Kami berasal dari keluarga sederhana. Tidak peduli seberapa besar kesuksesan yang diraih, kamu harus tetap rendah hati,” kata Yayuk kepada Damar, mengingatkan akan pentingnya tetap bersikap sederhana meskipun mencapai puncak prestasi.
Kisah Damar bukan hanya sebuah cerita inspiratif, tetapi juga cerminan nyata bahwa dari sebuah bengkel sederhana di Yogyakarta, seseorang dengan tekad dan kerja keras dapat mengatasi berbagai hambatan dan meraih impian besar. Dengan dukungan keluarga dan keteguhan hati, Damar membuktikan bahwa keterbatasan ekonomi tidak pernah menjadi penghalang untuk mencapai tujuan dan meraih kesuksesan yang gemilang.
Pilihan Editor: Frista Chairunnisa Lulusan Termuda Program Pascasarjana UGM, Program Studi Apa?