Budi menjelaskan praktik percaloan marak terjadi sebelum Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 terbit. Sebab, saat itu aturannya masih berbasis manual dan tidak terintegrasi. Namun, pembenahan sistem pembelajaran SKP berbasis online saat ini membuat deteksi dan penindakan jadi lebih mudah.
Berkat sistem tersebut, Kemenkes berhasil mengendus dugaan praktik anomali dari tiga oknum di kota yang berbeda, yakni Jakarta, Semarang, dan Surabaya. Di mana, mereka menyamar sebagai tenaga medis dan kesehatan yang sedang mengikuti pembelajaran berskala. Usai berhasil mendapat SKP dari pembelajaran, mereka menawarkan jasa melalui media sosial di grup WhatsApp dengan bayaran tertentu.
Kemenkes menegaskan, sistem pembelajaran berkala demi mendapatkan SKP sangat penting untuk menjaga kualitas tenaga kesehatan dalam melayani masyarakat.
SKP itu dapat diperoleh melalui proses pembelajaran berkelanjutan atau seminar/workshop yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan, rumah sakit, dan dinas kesehatan. Atau dari organisasi profesi yang telah terakreditasi oleh Kemenkes melalui Pelataran Sehat di laman https://lms.kemkes.go.id/.
Selain mengeluarkan regulasi, Kemenkes telah mencegah praktik calo dengan memperbarui sistem yang lebih canggih. Misalnya, menambah proses verifikasi pengenal wajah atau face recognition pada sistem Pelataran Sehat. Sistem itu akan siap di September 2024. Mereka juga akan memantau anomali-anomali dalam pembelajaran daring.
AISYAH AMIRA WAKANG | ANTARA
Pilihan Editor: Gerindra Beri Rekomendasi untuk Ridwan Kamil Jadi Calon Gubernur Jakarta