TEMPO.CO, Jakarta - Serikat buruh dan pekerja kembali menyoroti soal UU Cipta Kerja, outsourcing atau alih daya, dan upah murah dalam peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day pada 2024 ini.
Presiden Partai Buruh sekaligus Presiden KSPI Said Iqbal mengemukakan ada dua tuntutan utama yang dibawa Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) pada May Day 2024.
“Pertama, cabut Omnibus Law UU Cipta Kerja. Kedua, HOSTUM: Hapus Outsourcing Tolak Upah Murah,” kata Said Iqbal melalui keterangan tertulis pada Selasa, 30 April 2024.
Said mengatakan, praktik outsourcing atau alih daya dan upah murah saat ini sudah marak terjadi di Indonesia. Bahkan, kata dia, kontrak outsourcing bisa dilakukan terus menerus. Sebabnya menurutnya, tidak ada batasan jenis pekerjaan yang boleh dialihdayakan dan bisa terus diperbarui tanpa mengangkat karyawan tetap.
Senada Partai Buruh, Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia juga menuntut pencabutan Omnibus Law UU Cipta Kerja dalam peringatan Hari Buruh, 1 Mei 2024.
Presiden DPP Aspek Indonesia Mirah Sumirat mengatakan, UU Nomor 6 Tahun 2023 itu menghilangkan jaminan kepastian kerja, kepastian upah, dan jaminan sosial.
"Salah satu dampak buruk penerapan UU Cipta Kerja adalah soak penetapan upah minimum yang tidak lagi melibatkan unsur tripartit dan kenaikannya tidak memenuhi unsur kelayakan," ujar Mirah melalui keterangan tertulis, Rabu, 1 Mei 2024.
Mirah pun meminta presiden terpilih dalam pemilihan umum atau Pemilu 2024 mencabut UU Cipta Kerja dan mewujudkan keadilan sosial bagi rakyat Indonesia. Pihaknya menuntut pemerintahan baru menjalankan amanah Pasal 27 ayat 2 UUD 1945, bahwa tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
"Yang terjadi hari ini adalah pemerintah lebih memprioritaskan kesejahteraan bagi kelompok pemodal melalui UU Cipta Kerja," ujar Mirah.