TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau PBNU Bidang Keagamaan Kiai Haji Ahmad Fahrur Rozi, merespons liputan khusus Idul Fitri tentang obral gelar habib yang dipublikasikan Majalah Tempo edisi 8-14 April 2024.
Ia berharap polemik mengenai nasab Bani Alawi atau zuriah Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam dihentikan.
Polemik itu sudah berjalan setahun lebih dan menimbulkan sikap-sikap diskriminatif dan rasialisme terhadap semua kuturunan Arab. Sebelumnya, Ketua Umum PBNU Kiai Haji Yahya Cholil Staquf sudah menyerukan supaya polemik berkepanjangan itu disetop.
PBNU berpandangan polemik mengenai nasab maupun gelar habib sudah mengarah jadi politisasi suku, agama, ras, dan antargolongan atau SARA.
“Kami berharap polemik ini segera mereda. Jangan sampai dijadikan alat untuk rasisme dan memecah belah sesama umat Islam. Karena saat ini jadi ramai di beberapa grup WA (Whatsapp) saling caci maki dan menjadi rasisme kebencian kepada semua keturunan Arab. Ini berbahaya,” kata Fahrur Rozi lewat pesan tertulis kepada Tempo, Rabu, 17 April 2024.
Fahrur menilai liputan khusus Tempo sudah memenuhi prinsip keberimbangan atau cover both side berita sehingga seluruh isinya sangat bisa dipahami. Walau, kata dia, judul sampul majalahnya saja yang mengesankan gelar habib memang diperjualbelikan dan jadi kontroversial. Padahal pelakunya oknum sehingga perbuatannya tidak bisa disamaratakan kepada seluruh keturunan Arab.
Fahrur berpendapat, polemik tersebut berpangkal pada hasil penelitian karya peneliti asal Banten, Imaduddin Utsman, yang tertuang dalam buku berjudul Terputusnya Nasab Habib kepada Nabi Muhammad pada Mei 2023.
Pengasuh Pondok Pesantren Salafi Nahdlatul Ulum Cempaka, Kabupaten Tangerang, ini meminta nasab Bani Alawi dibatalkan lantaran tiada kitab yang mengkonfirmasi keberadaan Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa Arrumi. Dengan kata lain, Imaduddin tidak mengakui nasab Bani Alawi ataupun Wali Sanga (Wali Songo) sebagai keturunan Nabi Muhammad.
Selanjutnya Fahrur soal argumentasi Imaduddin...