TEMPO.CO, Jakarta - Hakim Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat menegur Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito dalam sidang sengketa Pilpres, Jumat, 5 April 2024. Ini karena Heddy menolak menjawab pertanyaan soal pelanggaran etik Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam pencalonan Gibran Rakabuming Raka.
Heddy sebelumnya menyampaikan bahwa DKPP telah mengirimkan dokumen putusan tentang pelanggaran etik tujuh pimpinan KPU kepada MK. Isi putusan tersebut menyatakan kesalahan tujuh pimpinan KPU dan memberikan sanksi peringatan keras.
“Sudah kami lampirkan putusan yang untuk perkara 135, 136, 137, dan 141 sudah diserahkan ke Yang Mulia. Mohon untuk dipelajari," ungkap Heddy, dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 di Gedung MK. Perkataan Heddy ini lah yang ditegur oleh Arief.
Heddy bahkan meminta agar majelis hakim MK tidak mendalami perkara tersebut lebih lanjut. Dia menilai, terdapat batasan fungsi yang dilakukan DKPP, seperti yang diatur dalam UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
“DKPP meskipun sebagai penyelenggara pemilu diberi tugas sebagai majelis etik, yang secara etik tidak dibenarkan membicarakan putusan-putusan DKPP di luar persidangan," ujar Heddy.
Menurut Heddy, putusan DKPP sudah sepenuhnya diserahkan kepada Majelis Hakim MK, dan telah diserahkan seluruhnya untuk dilakukan pengkajian. Menanggapi hal tersebut, Arief mengatakan bahwa Heddy adalah muridnya dan seharusnya tidak meminta 'mohon dipelajari' kepada MK.
"Ini ada mantan murid suruh dosennya mempelajari. Salah satu murid di Undip, kemudian juga Pak Hasyim itu asisten saya. Jadi ini kok saya suruh mempelajari," ujar Arief.
Pada sidang PHPU hari ini, keempat menteri dari kabinet Presiden Jokowi hadir sebagai saksi terkait tuduhan politisasi bantuan sosial dalam perselisihan Pilpres 2024. Antara lain yakni; Menkeu Sri Mulyani, Menko PMK Muhadjir Effendy, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, serta Mensos Tri Rismaharini.
Dugaan politisasi bantuan sosial menjadi poin kunci dalam gugatan perselisihan Pilpres yang diajukan oleh pasangan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan tersebut diajukan oleh kubu 01 Anies-Muhaimin dengan nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024, dan kubu 03 Ganjar-Mahfud dengan nomor 2/PHPU.PRES-XXII/2024.
Pilihan Editor: Alasan Mensos Risma Tak Mengusulkan BLT El Nino Ketika Ditanya Ketua MK