TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar Ilmu Komputer Indonesia Universitas Bina Darma, Marsudi Wahyu Kisworo, menjelaskan mengapa angka di Sirekap dan formulir C1 bisa berbeda.
Hal ini diungkapkan Marsudi dalam sidang sengketa hasil Pilpres yang digelar Mahkamah Konstitusi atau MK pada hari ini. Pada sidang kali ini, Marsudi menjadi ahli dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang merupakan termohon dalam perkara ini.
"Jadi tiga masalah ini yang menjadi sumber, yang bisa menjelaskan kenapa ketika ditampilkan di web itu antara angka dengan C1 bisa berbeda," kata Marsudi dalam sidang di Gedung MK, Jakarta pada Rabu, 3 April 2024.
Dia menjelaskan, data dalam Sirekap versi website alias web berasal dari Sirekap mobile. Sirekap mobile adalah aplikasi di handphone yang digunakan oleh petugas KPPS di tingkat kelurahan/desa.
Petugas KPPS mengunggah data di Sirekap mobile. Data tersebut lalu masuk ke dalam Sirekap web yang kemudian ditampilkan pada laman info Pemilu 2024 atau pemilu2024.kpu.go.id.
Masalah pertama dari Sirekap mobile, kata Marsudi, adalah tulisan tangan setiap orang berbeda-beda. Apalagi ada 882 ribu TPS se-Indonesia.
Sirekap mobile memang telah menggunakan teknologi optical character recognition (OCR) untuk memindai atau men-scan angka-angka di formulir C1 hasil menjadi digital. Meskipun akurasi OCR di laboratorium adalah 99 persen, menurut Marsudi, masih ada error 1 persen.
"Tapi kalau dipakai di lapangan bisa lebih rendah lagi. Paling tinggi 92,93 persen, jadi masih ada salah ketika OCR ini mengubah gambar menjadi angka," kata Marsudi.
Masalah kedua, kata dia, Sirekap moblie di-install atau digunakan di ponsel petugas KPPS. Sedangkan, merek dan fitur ponsel petugas berbeda-beda.
"Akibatnya terjadi seperti terjadi contoh di atas, form C1 bisa beda-beda. Ada yang kualitasnya jelas, ada yang buram, ada yang kekuning-kuningan, ini dari kamera," ujar Marsudi.
Masalah ketiga, ujar dia, berasal dari kertas formulir C1. Marsudi mengungkapkan ada kertas yang terlipat yang mempengaruhi interpretasi OCR.
"Karena OCR ini bukanlah manusia yang bisa memperkirakan, dia hanya patuh kepada training data," ucap Marsudi.
Teknologi ini adalah sistem AI alias kecerdasan buatan. Sehingga, kata dia, bergantung dengan sistem learning machine yang memberikan data tulisan tangan angka.
"Tapi kalau gambarnya seperti ini jadi masalah," ujar Marsudi.
Perbedaan jumlah suara dalam Sirekap dan formulir C1 sempat membuat heboh usai masa pencoblosan 14 Februari lalu. Hal itu memunculkan dugaan adanya penggelembungan suara.
Pilihan Editor: Sidang MK, Bambang Widjojanto Persoalkan Status Ahli KPU