TEMPO.CO, Jakarta - Kalangan seniman dan budayawan Indonesia mengajukan Amicus Curiae atau Sahabat Pengadilan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024, hari ini, 1 April 2024. Sebanyak 29 seniman dan budayawan, seperti Butet Kertaredjasa, Goenawan Mohamad, Ayu Utami, Agus Noor, Yuswantoro Adi, Ita F. Nadia, dan lainnya telah menandatangani berkas tersebut.
Melalui Amicus Curiae, mereka menegaskan bahwa kepentingan seniman dan budayawan terhadap demokrasi dan konstitusi sangat besar. Mereka percaya bahwa jika demokrasi terancam, maka kebebasan berekspresi mereka juga akan terganggu.
“Kami adalah kumpulan seniman serta pekerja kreatif yang tentunya memiliki kepentingan besar terhadap berjalannya demokrasi dan tegaknya konstitusi di Republik ini. Bukan tanpa sebab, manakala demokrasi terkoyak, maka kebebasan kami berekspresi sudah barang tentu terganggu,” demikian bunyi yang tertulis dalam berkas Amicus Curiae tersebut.
Dalam forum MK, mereka berharap memberikan sudut pandang baru, khususnya dari perspektif seniman dan pekerja kreatif, untuk memastikan keadilan dan kejujuran dalam proses hukum. Oleh karena itu, mereka mengajukan adanya Pendapat Sahabat Pengadilan atau Amicus Curiae tersebut.
Melalui berkas itu, mereka juga menegaskan bahwa tujuan dari pengajuan Amicus Curiae adalah bukan untuk mendukung pasangan manapun yang sedang berperkara. Namun, hanya semata-mata untuk memastikan berlanjutnya demokrasi tegaknya konstitusi di Republik Indonesia.
Para seniman dan sastrawan berharap, hakim konstitusi juga mendapatkan informasi dari perspektif lain, yakni dari seniman dan pekerja kreatif. Dalam berkas tersebut juga mengutip salah satu ungkapan dari Filsuf dan Matematikawan Inggris, Bertrand Russel (1872-1970) yang telah lama mengingatkan, bahwa demokrasi yang tak dilaksanakan dengan baik hanya akan menjadi proses di mana “orang-orang memilih seseorang yang kelak akan mereka salahkan.”
Oleh karena itu, para seniman dan sastrawan ini menilai bahwa syarat utama dalam proses demokrasi dalah penegakan aturan yang dijalankan dengan prinsip kejujuran dan berkeadilan.
Lebih lanjut, menurut mereka, kontestasi dalam demokrasi tanpa kejujuran dan jauh dari keadilan hanya akan memunculkan kecurigaan yang berkepanjangan, dan justru akan mengganggu stabilitas demokrasi. Terutama jika pemenang dalam kontestasi Pilpres 2024 akan kehilangan legitimasi moral, maka akan terus menjadi sumber kecurigaan yang terus memunculkan kekecewaan berkepanjangan.
“Membongkar praktik-praktik kecurangan yang mencederai demokrasi adalah tanggung jawab semua pihak, terutama para penegak hukum: bukan untuk sekadar menggugat hasil kemenangan,” tulis mereka dalam berkas tersebut.
Jajaran seniman dan sastrawan ini kembali menekankan bahwa MK tak boleh abai pada praktik-praktik kecurangan yang menurut mereka, semakin lama, semakin terencana, terstruktur dan masif.
Dalam berkas tersebut juga tertulis bahwa mereka mendukung penuh segala upaya penegakan demokrasi dan konstitusi melalui MK. Pada hari ini, MK kembali melaksanakan sidang sengketa Pilpres ketiga dengan agenda pemeriksaan persidangan untuk mendengar keterangan saksi dan ahli dari Pemohon I, pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
Minggu lalu pada Kamis, 28 Maret 2024 juga telah dilakukan sidang kedua dengan agenda untuk mendengarkan keterangan termohon, pemberi keterangan, dan pihak terkait.
Pilihan editor: Ledakan Gudang Peluru Pernah Terjadi Pada 1984, 2014, dan 2024, Dua di Antaranya di Bulan Maret, Begini Kejadiannya