TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah pengamat politik menanggapi mengenai peluang Partai Persatuan Pembangunan atau PPP untuk mendapatkan kursi DPR RI di Senayan, Jakarta lewat permohonan sengketa pemilu yang mereka ajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Seperti diketahui berdasarkan pengumuman Komisi Pemilihan Umum atau KPU, PPP memperoleh 5.878.777 suara di pemilu 2024. Jika dikonversikan, PPP mendapatkan 3,87 persen.
Angka ini berada di bawah ambang batas parlemen 4 persen. Sehingga menyebabkan partai Ka'bah ini gagal melaju ke Senayan untuk pertama kalinya sejak berdiri pada 1973.
Untuk lolos ke Senayan, PPP membutuhkan tambahan suara sebesar 0,13 persen. Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Idil Akbar mengatakan angka tersebut terhitung kecil, yakni ratusan ribu, jika dikonversikan.
"Jadi memang kemungkinan untuk dapat (kursi ke Senayan) itu besar, hanya sekali lagi, ini kan dalam kacamata hukum," kata Idil saat dihubungi Tempo pada Senin, 29 April 2024.
Dia menuturkan, jika PPP dapat membuktikan bahwa ada penggerusan suara partainya dan MK menilainya valid, maka bisa saja partai ini mendapatkan tambahan suara. Oleh sebab itu, ini tergantung alat bukti yang dibawa PPP kepada hakim konstitusi.
"Kalau dalam hitungan yang dikabulkan MK katakanlah tidak mencapai 4 persen--walaupun mungkin ada tambahan suara sedikit misalnya 3,90 persen--menurut saya tidak ada kesempatan bagi PPP untuk meraih kursi di DPR RI," ucap Idil.
Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, juga mengatakan bahwa kekurangan suara PPP sebesar 0,13 persen terhitung kecil untuk ukuran suara nasional, yaitu sekitar 150-200 ribu. Meski begitu, dia menilai peluang PPP melaju ke Senayan tetap tergantung apakah partai tersebut bisa membuktikan fakta adanya penggerusan suara.
Adi menyebutkan bahwa belum ada dalam sejarah partai politik yang lolos ke Senayan berbekal permohonan perselisihan hasil pemilihan umum atau PHPU pileg di Mahkamah Konstitusi.
"Sekalipun ada, tapi tak menggugurkan hasil pileg," ucap Adi kemarin.
Sebelumnya, Pelaksana tugas Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhammad Mardiono menegaskan, gugatan partainya ke Mahkamah Konstitusi atau MK soal sengketa pemilihan legislatif bukan karena dicaplok suaranya oleh Partai Garuda, namun PPP menilai ada kesalahan pencatatan di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Saya nggak sepakat istilah dicaplok yah. Tapi mungkin ini ada salah pencatatan karena yang melakukan pencatatan itu adalah KPU,” tutur Mardiono, saat ditemui di Kantor DPP PKB, Senen, Jakarta Pusat pada Senin, 29 April 2024.
Pilihan Editor: PDIP Minta Perolehan Suara PSI dan Demokrat di DPRD Papua Tengah Dinihilkan