TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK sedang mempertimbangkan kemungkinan kasus dugaan pungutan liar atau pungli di Rutan KPK senilai Rp 4 miliar dilimpahkan ke penegak hukum lain.
“Secara substansinya sudah hampir selesai. Kami komitmen untuk menyelesaikan sendiri sebenarnya,” kata Juru Bicara Penindakan dan Kepegawaian KPK Ali Fikri, Selasa, 9 Januari 2024.
Ali menuturkan pihaknya masih memperdebatkan kasus pungli itu masuk ke kategori penyelenggara negara atau bukan. Sebab itu, kata dia, perlu dipastikan KPK berwenang atau tidak.
“Makanya dibutuhkan pendalaman lebih jauh dalam proses penyelidikan. Dibutuhkan ada unsur penyelenggara negaranya,” kata dia.
Sebelumnya, sejumlah pegawai KPK ditengarai menerima duit untuk memberikan fasilitas kepada para tahanan kasus korupsi yang mendekam di rumah tersebut. Temuan itu kali pertama diungkapkan oleh Dewan Pengawas atau Dewas KPK.
Dewan Pengawas KPK menyatakan telah menyerahkan dugaan pungli tersebut untuk ditindaklanjuti oleh komisi antirasuah. Setelah menerima laporan itu, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan telah meneken surat perintah penyelidikan untuk menelisik dugaan tindak pidana yang terjadi dalam peristiwa tersebut.
“Pimpinan telah menandatangani surat perintah penyelidikan,” kata Ghufron, Kamis, 22 Juni 2023.
Berdasarkan temuan Dewas, pungli ini terjadi di rumah tahanan KPK cabang Gedung Merah Putih. Pungli diduga terjadi pada Desember 2021 hingga Maret 2022. Jumlah uang yang berputar di kasus ini diperkirakan mencapai Rp 4 miliar.
Ghufron mengatakan aksi pungutan liar di rutan KPK berupa penerimaan suap hingga pemerasan kepada para tahanan. Menurut dia, tahanan yang menyetorkan uang itu akan mendapatkan berbagai keringanan dan fasilitas di dalam rutan.
"Diduga perbuatannya berupa (penerimaan) suap, gratifikasi, dan pemerasan kepada tahanan KPK untuk mendapatkan keringanan dan penggunaan alat komunikasi," kata Ghufron.
Pilihan Editor: Alexander Marwata Bilang Ada Unsur Pemerasan di Kasus Pungli Rutan KPK