Komandan Paspampres ke-28 Marsda TNI Wahyu Hidayat Soedjatmiko pernah menceritakan pengalamannya bersama Doni Monardo saat melakukan pengamanan iring-iringan Kirab Budaya itu. Dan Paspampres ke-20 itu rela banjir keringat dalam pakaian formil demi mengamankan mobil presiden dari kerumunan massa yang ingin melihat Jokowi. Doni menjalankan tugasnya di tengah ribuan manusia, di bawah teriknya matahari serta tenggorokan kerontang.
Kisah itu diungkapkan Wahyu saat mengunjungi Doni di Aula Soerjadi, Gedung PPAD Jalan Matraman Jakarta Timur pada Selasa 24 Januari 2023. Kunjungan itu dalam suasana peringatan Hari Bhakti Paspampres ke-77. Kala itu, kata Wayhu, dia ditugaskan sebagai Dan Satgas Presiden, mengawal kepala negara Kirab Budaya usai prosesi pelantikan presiden di Gedung DPR-MPR RI Senayan menuju Istana Negara.
Hari itu, Senin 20 Oktober 2014 pagi. Acara pelantikan selesai pukul 11.00 WIB, dilanjutkan ramah-tamah dengan Duta Besar negara sahabat hingga pukul 12.00. Setelah itu, kirab pun dimulai. Agendanya, presiden dan wakil presiden meninggalkan Gedung DPR-MPR menuju bundaran HI. Dari bundaran HI, perjalanan ke istana dilanjutkan dengan kereta kuda.
Namun, yang terjadi, tidak sesederhana itu. Massa sudah menyemut di sekitar Jembatan Semanggi. Iring-iringan mobil kepresidenan pun tak mampu membelah lautan manusia. Mobil kepresidenan berjalan lambat. Wahyu melompat turun dan berjaga di pintu kiri-kanan mobil RI-1. “Saya bersama Maruli Simanjuntak (sekarang Kepala Staf Angkatan Darat-red). Sementara pak Doni saya lihat juga turun dari mobil dan berjalan di belakang mobil presiden,” kenangnya.
Saat itu, ia perkirakan pukul 12.20. Matahari menyengat sejadi-jadinya. Sementara, Wahyu, Maruli, Doni Monardo, dan pasukan pengamanan presiden lain berbusana formil, lengkap dengan jas, dasi, dan sepatu pantofel. Dengan balutan busana lengkap itu, keringat mulai bercucuran. Ia harus sigap menghalau tangan massa yang menerobos jendela mobil hendak menyalami tangan Presiden Jokowi.
Di tengah suasana terik, berjalan kaki mendampingi laju lambat mobil kepresidenan dengan kewaspadaan penuh. Terasa semakin berat, manakala situasi itu sama sekali di luar perhitungan. Sebab, skenario pengamanan berlapis telah disusun mulai dari bundaran HI ke Istana. “Jadi, dari Semanggi ke Bundaran HI sangat di luar perkiraan. Tenggorokan kering. Ludah terasa getir,” tutur Wahyu.
Beruntung, ajudan Presiden Jokowi yang pertama adalah teman satu angkatan Wahyu. Segera ia berinisiatif memberinya sebotol air mineral. “Jadilah satu botol minuman itu kami minum seteguk-seteguk berantai ke belakang. Mulai dari perwira, bintara, tamtama, pun minum dari botol yang sama. Yang penting bisa membasahi tenggorokan,” kata Wahyu.
Kepergian Doni Monardo meninggalkan duka banyak pihak termasuk Purwanta Budi Sulistya. Sulis, begitu ia akrab disapa, merupakan fotografer yang pernah berada dalam Tim IT saat Doni menjadi Dan Paspampres dan Pangdam Pattimura. Bagi Sulis, Doni adalah sosok yang presisi, perfeksionis, sangat suka kebersihan, dan tidak suka jika terlihat sampah di sekitarnya.
“Jika mendengar anak buahnya yang alami kesulitan, langsung gerak cepat untuk membantu,” kata Sulis kepada Tempo.co, Ahad, 3 Desember 2023.
Sulis ingat betapa Doni kerap minta anak buahnya untuk rajin berolah raga, menyelam, menembak dan lainnya. “Selalu memberikan reward kepada anak buahnya yang berprestasi, atau rajin latihan dengan Paspampres negara lain,” katanya. Dan, sebagai fotografer, Sulis ingat benar ia pernah disentil Doni. “Pernah kejadian kalau mau difoto selalu minta ‘jangan saya terus, Mas, utamakan anak buah saya,” kata dia, mengenang.
Soal kerap memberikan penghargaan kepada anak buahnya, Sulis menceritakan, pada sekitar Februari 2014, saat itu Doni sebagai Dan Paspampres di masa Presiden SBY. Ia ingat benar, itu kunjungan kerja terakhir SBY di Sulawesi. Saat itu, salah seorang anggota Paspampres mengatakan kepada Doni bahwa Cincin SBY hilang saat bersalaman dengan masyarakat.
“Pak, cincin Pak SBY ke mana ya? Tadi waktu mendarat masih ada, sekarang kok nggak ada setelah Pak SBY bersalaman dengan masyarakat,” kata anggota Paspampres itu, seperti dituturkan ulang oleh Sulis. Sulis menceritakan jawaban Doni kepada anggota paspampres itu, “Bagus, kamu jeli dan teliti, sampai Jakarta akan saya kasih reward.” Ternyata cincin yang semula dikenakan SBY itu sudah disimpannya.
“Saya cuma tukang foto, tapi Pak Doni menghargai pendapat dari siapapun. Beberapa kali kami terlibat adu argumentasi. Setelah itu semua selesai dengan makan bersama dan berpelukan,” ujar Sulis yang bertugas mengikuti Doni Monardo 1,5 tahun saat menjabat sebagai DanPaspampres.
Satu hasil foto Sulis yang Doni suka yang kemudian dicetak besar dan dipasang di Mako Tanah Abang saat peresmian Grup D di Tanah Abang, Jakarta Pusat. “Saya ambil foto saat Pak Doni Monardo dan Moeldoko yang saat itu Panglima TNI membuka jalan keluar SBY usai salat Jumat di Masjid Palopo, Sulawesi. Pak Doni bilang, saya salut dan nggak menyangka di antara ribuan massa, ternyata ada Tim IT yang bisa mendokumentasikannya,” kata dia, berkisah.
Sulis pun mengikuti Doni Monardo saat menjadi Pangdam Pattimura XVI. Ada cara menarik yang dilakukan Doni untuk menyatukan berbagai pihak antara lain Doni kerap membagikan bibit tanaman ketimbang bantuan uang atau lainnya.
“Saat itu banyak tokoh daerah di sana yang bersitegang, ternyata di sana pun banyak orang yang menganggur, makanya Pak Doni rajin memberikan bibit tanaman supaya mereka ada kegiatan. Dan yang menarik cara Pak Doni menyatukan warga yang bertikai,” ujarnya.
“Pak Doni mengambil beberapa orang-orang dari daerah yang bertikai kemudian disatukannya dalam sebuah pelatihan seperti Emas Hijau dan Biru yang saat itu menjadi program Pak Doni. Yang bertikai bisa hidup bersama satu kamar selama pelatihan,” kata Sulis.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | S DIAN ANDRYANTO | EKO ARI WIBOWO
Pilihan Editor: Doni Monardo Wafat, Ini Perannya Mengungkap Fakta Tragedi Kanjuruhan