TEMPO.CO, Jakarta - Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR RI menggelar rapat evaluasi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) beserta penyelenggara pemilu lainnya di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat pada Rabu, 15 Mei 2024. Rapat tersebut dihadiri Ketua KPU Hasyim Asy'ari, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito, dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
Dalam rapat tersebut, Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengatakan sistem pemilu yang saat ini menimbulkan beragam permasalahan harus dievaluasi demi membuat sistem pemilu pada masa depan lebih baik.
Politikus Golkar itu menyebutkan beragam pandangan tentang permasalahan pemilu yang disampaikan sejumlah anggota Komisi II DPR banyak yang senada dengan pandangan-pandangan elemen bangsa lainnya.
"Mungkin kita ke depannya membawa kesimpulan bahwa ini harus dievaluasi, terhadap sistemnya dulu," kata Doli.
Dia menuturkan setidaknya ada empat indikator yang membuat pandangan tentang evaluasi sistem pemilu itu senada. Pertama, adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal ambang batas parlemen atau parliamentary threshold.
Kedua, kata dia, presiden terpilih Prabowo Subianto juga menilai sistem demokrasi di Indonesia ini noisy atau gaduh. Ketiga, Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY pun menyampaikan proses demokrasi ini mahal.
Adapun yang terakhir, kata Doli, adanya putusan MK soal perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang memiliki tiga dissenting opinion dari hakim konstitusi yang menyebutkan sistem pemilu perlu dievaluasi.
Kualitas Penyelenggara Pemilu Harus Terjaga
Doli mengatakan sistem pemilu yang baik pun nantinya tidak akan berjalan optimal jika penyelenggara pemilunya tidak baik. Maka, selain sistem, kualitas penyelenggara pemilu juga perlu terjaga. Dia tak menampik telah mendengar adanya indikasi hal-hal yang tidak wajar tentang penyelenggara pemilu hingga tingkat bawah.
Menurut Doli, pemilihan penyelenggara pemilu di tingkat bawah itu bersifat transaksional. Dia juga menerima informasi tentang penggunaan jet pribadi oleh penyelenggara pemilu. Hal itu, kata dia, kurang pantas karena para atasan penyelenggara pemilu justru hidup dengan kemewahan.