TEMPO.CO, Jakarta - Medio November lalu, Hakim Konstitusi Anwar Usman melalui surat menyampaikan keberatan atas diangkatnya Hakim Konstitusi Suhartoyo sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi atau MK menggantikan dirinya. Terbaru, adik ipar Presiden Joko Widodo atau Jokowi itu menggugat Suhartoyo ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Lantas seperti apa awal mula seteru di tubuh MK ini?
Akar permasalahan di tubuh MK ini bermula ketika Anwar Usman dicopot dari jabatannya sebagai Ketua MK pada 7 November lalu. Anwar oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dinyatakan terbukti melanggar kode etik dan perilaku hakim saat menangani perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 ihwal gugatan terhadap Pasal 169 huruf q soal batas usai capres-cawapres.
Bunyi Pasal 169 huruf q yang semula hanya membatasi usia capres dan cawapres minimal 40 tahun kemudian mendapat tambahan klausa “atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum”. MK diduga memberikan karpet merah kepada Putra sulung Presiden Jokowi Gibran Rakabuming Raka, untuk maju sebagai cawapres.
Dikutip dari Koran Tempo edisi Rabu, 22 November 2023, berdasarkan hasil pemeriksaan MKMK, dalam menangani perkara itu, Anwar terlibat konflik kepentingan. MKMK juga menemukan bukti, pucuk pimpinan MK itu sengaja membuat ruang intervensi pihak luar dalam proses pengambilan putusan perkara tersebut, serta terbukti tidak menjalankan fungsi kepemimpinan secara optimal.
“Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie saat membacakan amar putusan di Gedung MK RI, Jakarta, Selasa 7 November 2023.
Dalam amar putusan itu, MKMK melarang Anwar dicalonkan atau mencalonkan kembali sebagai Ketua MK. Anwar juga diharamkan terlibat dalam pemeriksaan dan pengambilan putusan atas perkara perselisihan hasil Pilpres, Pileg, serta Pilkada yang berpotensi menimbulkan benturan kepentingan. Putusan MKMK itu lalu menjadi dasar terbitnya putusan Mahkamah Nomor 17 Tahun 2023 mengganti Anwar dengan Suhartoyo.
Adapun Ketua baru MK itu dipilih melalui rapat pleno hakim secara tertutup dengan agenda musyawarah mufakat. Ketentuan tersebut sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi. Sementara itu, hakim konstitusi Saldi Isra tetap menjalankan tugas sebagai wakil ketua.
Anwar lalu mengajukan keberatan melalui upaya administrasi. Lewat kuasa hukumnya, Franky Simbolon, Anwar menyebut putusan itu penuh kejanggalan, bertentangan dengan hukum, dan merugikan pihaknya. Franky mengatakan keberatan itu didasari ketentuan yang tercantum dalam Pasal 75 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Anwar juga berencana mendaftarkan gugatan ke PTUN. Langkah ini sesuai dengan Pasal 2 ayat 1 dan ayat 2 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melawan Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan. Karena itu, Franky berharap MK dapat meninjau ulang putusan Nomor 17 Tahun 2023 tersebut.
“Kami meminta untuk membatalkan putusan tersebut,” ujar Franky.
Surat keberatan Anwar Usman itu dijawab oleh MK pada Kamis 23 November 2023. Hakim MK Enny Nurbaningsih menyatakan bahwa sejatinya pengangkatan Suhartoyo sebagai ketua MK periode 2023-2028 telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Enny menjelaskan Suhartoyo dipilih melalui proses penentuan secara musyawarah mufakat. Anwar Usman disebut turut hadir dalam persamuhan itu.
“Dalam proses penentuan secara musyawarah mufakat ketua MK yang baru, juga dihadiri langsung oleh Yang Mulia Anwar Usman. Surat jawaban tersebut dikirimkan kepada yang mengajukan keberatan, yaitu kuasa a.n. Yang Mulia Anwar Usman,” kata Enny.
Selanjutnya: Pengamat: Anwar Usman berlebihan