TEMPO.CO, Jakarta - Raden Ajeng (R.A) Kustiyah Wulaningsih Retno Edhi atau yang dikenal dengan Nyi Ageng Serang merupakan seorang pahlawan Indonesia yang berjuang melawan Belanda bersama dengan Pangeran Diponegoro. Seperti dilansir dari laman Budaya.jogjaprov.go.id, Nyi Ageng Serang merupakan putri dari Pangeran Natapraja.
Pangeran Natapraja adalah seorang penguasa daerah Serang, Jawa Tengah dan juga merupakan seorang Panglima Perang Sultan Hamengku Buwono I. Nyi Ageng Serang juga merupakan keturunan dari Sunan Kalijaga yang juga memiliki seorang cicit yang kelak akan menjadi seorang pahlawan, yakni R.M. Soewardi Surjaningrat atau yang juga dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara.
Seperti dilansir dari artikel yang ditulis oleh Wahyu Ida Permatasari dan Aman berjudul “Religious Example of Character Nyi Ageng Serang in 2013 Curriculum”, menyebut bahwa Nyi Ageng Serang lahir pada 1762 di sebuah desa yang terletak di Serang pada musim hujan. Masa muda Nyi Ageng Serang dihabiskan dengan menjalani pelatihan militer, lalu sempat menjadi istri dari Sri Sultan Hamengkubuwono II.
Namun demikian, setelah berpisah, Nyi Ageng Serang memutuskan untuk kembali ke daerah Purwodadi dan membantu Pangeran Diponegoro dalam berperang. Saat Perang Diponegoro yang terjadi antara 1825 hingga 1830, Nyi Ageng Serang telah berusia 73 tahun.
Meskipun demikian, Nyi Ageng Serang masih gigih untuk melanjutkan perjuangannya bersama dengan cucunya, yakni R.M. Papak Nyi Ageng. Dalam Perang Diponegoro, Nyi Ageng Serang memiliki posisi yang strategis, yakni sebagai penasihat Pangeran Diponegoro, tidak hanya itu, Nyi Ageng Serang juga beberapa kali ditugaskan untuk memimpin pasukan dalam perang di daerah Serang, Purwodadi, Gundih, Kudus, Demak, dan Semarang.
Nyi Ageng Serang terkenal sebagai seorang ahli strategi perang yang menggunakan strategi lembu, strategi tersebut memanfaatkan lembu atau daun talas hijau sebagai media atau alat untuk penyamaran. Selain itu, seperti dilansir dari laman Budaya.jogjaprov.go.id, Nyi Ageng Serang pernah secara langsung memimpin perang gerilya di sekitar desa Beku, Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta.
Nyi Ageng Serang disarankan Pangeran Diponegoro untuk berpindah mendekati Yogyakarta dan bermarkas di Prambanan, sehingga pada sisa masa hidupnya, Nyi Ageng Serang menjadi penasehat dari Sultan Sepuh atau Hamengku Buwono II. Seperti dilansir dari laman Kalibawang.kulonprogokab.go.id, pada 1838, Nyi Ageng Serang meninggal di usianya yang ke-86 tahun dan dimakamkan di bukit Traju Mas yang terletak di Padukuhan Beku, Kalurahan Banjarharjo, Kapanewon Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo.
Pada 1974, Nyi Ageng Serang ditetapkan sebagai pahlawan nasional oleh Presiden Soeharto melalui Surat Keputusan Presiden No. 084/TK/1974 tanggal 13 Desember, 1974. Selain itu, sosoknya yang memiliki integritas, nasionalisme, dan juga religius dijadikan sebagai sosok perempuan teladan pada pidato presiden pada Hari Ibu Nasional 1974.
Pilihan Editor: Mengenal Sosok 6 Penerima Gelar Pahlawan Nasional 2023