TEMPO.CO, Jakarta - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke Pengadilan Tata Usaha Negara atau PTUN Cakung, Jakarta Timur. Mereka menggugat KPU atas dugaan perbuatan melawan hukum. Sidang perdana dengan agenda pemeriksaan pendahuluan dilaksanakan pada 2 Mei 2024 pukul 10.00 WIB.
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Idham Holik, mengatakan, KPU sudah mempersiapkan jawaban untuk menghadapi sidang tersebut.
"Persiapan persidangan Sengketa Proses di PTUN sama seperti persidangan pada umumnya. KPU mempersiapkan jawaban atas apa yang disengketan tersebut," kata Idham saat dihubungi, Ahad 28 April 2024.
Menurut Idham, KPU telah melaksanakan pencalonan pilpres 2024 sesuai konstitusi. MK, kata Idham, bahkan mengapresiasi KPU yang telah melaksanakan prinsip jujur dan adil.
"Dalam pertimbangan hukum dua Putusan PHPU (Perselisihan Hasil Pemilu) Pilpres, Mahkamah Konstitusi (MK) mengaskan bahwa apa yang dilakukan KPU dalam melaksanakan pencalonan sudah sesuai konstitusi," kata Idham.
Di samping itu, Idham mengatakan, pengajuan gugatan ke PTUN seharusnya dilakukan setelah upaya administrasi Bawaslu. Hal ini sesuai dengan Pasal 471 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2017.
Namun, Idham mengatakan, KPU sampai saat ini tidak pernah menerima atau mendapatkan informasi dari Bawaslu tentang Putusan Sengketa Proses atas perkara yang akan disidangkan di PTUN." KPU tak pernah mendapatkan informasi itu," kata Idham.t
Tim Perjuangan Demokrasi Indonesia yang dipimpin eks hakim di Mahkamah Agung, Gayus Lumbuun, melakukan gugatan pada 2 April 2024. Gugatan mereka terdaftar di PTUN dengan nomor 133/G/2024/PTUN.JKT. PDIP tercantum sebagai pihak penggugat diwakili oleh Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum DPP PDIP.
Dihubungi terpisah, Gayus mengatakan gugatan tersebut bukan merupakan sengketa proses maupun hasil Pilpres 2024. “Tetapi ditujukan kepada perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh KPU (onrechmatige overheidsdaad) sebagai pokok permasalahan atau obyeknya,” kata Gayus dalam keterangan yang diterima pada Rabu, 3 April 2024.
Menurut Gayus, perbuatan melawan hukum yang dimaksud adalah tindakan KPU sebagai penguasa di bidang penyelenggaraan Pemilu. Khususnya, kata dia, dalam mengesampingkan syarat usia minimal bagi calon wakil presiden di gelaran Pilpres 2024.
“Yaitu terhadap saudara Gibran Rakabuming Raka, di mana KPU menerima pendaftaran, mengikutsertakannya dalam rangkaian Pemilu, dan menyatakannya sebagai pemenang Pemilu, padahal yang bersangkutan belum berusia 40 tahun sebagaimana yang dimaksudkan dalam Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2019,” kata Gayus.
Gayus mengatakan PDI Perjuangan tidak memungkiri bahwa terdapat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang merevisi aturan batas usia tersebut sehingga Gibran bisa menjadi kandidat. Akan tetapi, Gayus menyampaikan bahwa KPU belum mengubah peraturan itu saat menerima pencalonan Gibran.
Maka dari itu, Gayus mengklaim terdapat pertentangan antara fakta empiris dan fakta yuridis dalam penyelenggaraan Pilpres 2024. “Hal itu terjadi karena tindakan melawan hukum oleh KPU, tindakan yang kemudian menimbulkan ketidakpastian hukum dalam penyelenggaraan demokrasi kita,” ucap dia.
Diketahui, ada empat petitum dalam gugatan yang diajukan PDIP. Pertama, memerintahkan KPU untuk menunda pelaksanaan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pilpres hingga Pileg. Kedua, memerintahkan KPU untuk tidak menerbitkan atau melakukan tindakan administrasi apapun hingga ada keputusan yang memiliki kekuatan hukum tetap.
Ketiga, memerintahkan KPU untuk mencabut Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tersebut. Keempat, memerintahkan KPU untuk melakukan tindakan, mencabut, dan mencoret pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagaimana tercantum dalam Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024.
HENDRIK YAPUTRA | SULTAN ABDURRAHMAN
Pilihan Editor: PKS Berharap Prabowo Ajak Gabung Koalisi seperti PKB dan NasDem