TEMPO.CO, Jakarta - Genap setahun lalu, pada 27-28 Oktober 2022, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang lanjutan pekan kedua kasus pembunuhan berencana Brigadir J dengan terdakwa eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo cs. Lantas apa saja hasil sidang tersebut?
Pada Kamis, 27 Oktober 2022, sidang yang digelar terkait perkara obstruction of justice dengan terdakwa Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria. Agendanya pemeriksaan saksi dari JPU. Kemudian pada Jumat, 28 Oktober 2022, sidang perkara obstruction of justice kembali digelar dengan terdakwa Arif Rachman Arifin. Agendanya pembacaan eksepsi.
Kilas balik sidang perkara obstruction of justice dengan terdakwa Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria, dengan agenda pemeriksaan saksi dari JPU, Kamis, 27 Oktober 2023.
Pengadilan Negeri atau PN Jakarta Selatan kembali menggelar sidang perkara obstruction of justice pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J pada Kamis, 27 Oktober 2022. Adapun agenda sidang lanjutan ini yaitu sidang pemeriksaan saksi dari Jaksa Penuntut Umum atau JPU. Terdakwa yang disidang adalah Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria.
Berdasarkan hasil penyelidikan dan penyidikan Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim, Hendra dan Agus dituding menghilangkan barang bukti elektronik DVR CCTV Kompleks Polri kediaman Sambo. Dalam surat dakwaan yang dibacakan JPU pada sidang sebelumnya, Hendra dan Agus disebut berperan dalam penggantian DVR kamera pemantau yang merekam semua kejadian di rumah Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Agus orang pertama yang dihubungi Hendra. Dia diperintahkan untuk menghubungi Ari Cahya Nugraha alias Acay yang merupakan tim CCTV dalam kasus Kilometer 50. Perintah Hendra saat itu agar Acay mengamankan CCTV di sekitar rumah Sambo sesuai arahan mantan Kadiv Propam Polri itu. Karena Acay sedang di Bali, Agus lantas meminta Irfan Widyanto untuk menjalankan misi tersebut. Agus juga memerintahkan Irfan mengambil DVR CCTV untuk diganti baru.
Adapun sidang obstruction of justice pembunuhan Brigadir J dengan terdakwa Hendra dan Agus menghadirkan tujuh orang saksi. JPU mengatakan, awalnya menghadirkan 10 saksi, namun tiga lainnya berhalangan. Saksi hadir yaitu sekuriti Kompleks Polri Duren Tiga Abdul Zapar dan Marzuki, teknisi pemasangan CCTV Supriyadi, serta empat polisi yakni Tomsher Christian Natal, Acay, Munafri Bahtiar, dan Aditya Cahya. Tiga saksi berhalangan hadir: pengusaha CCTV Tjong Djiu Fung, ketua RT Seno, dan pekerja harian lepas Divisi Propam Polri Ariyanto.
Penyidik siber Komisaris Heri, yang memeriksa barang bukti, mengatakan kepada saksi Aditya Cahya bahwa terdapat tiga unit Digital Video recorder atau DVR CCTV yang diserahkan oleh penyidik Polres Jakarta Selatan. Namun dalam DVR itu tak ditemukan data elektronik apa pun. Aditya yang merupakan Anggota Direktorat Tindak Pidana Siber Mabes Polri, kemudian membuat laporan barang bukti hilang setelah mengetahui data DVR CCTV kosong dan tak dapat diakses.
Dalam kesaksiannya, Aditya menyatakan, setelah masalah ini mencuat ke publik, pihaknya lalu menelusuri CCTV pos satpam Kompleks Polri Duren Tiga yang menyorot ke rumah dinas Sambo. Awalnya, polisi menyatakan CCTV tersambar petir sehingga tak ditemukan rekamannya. “Makanya kami mendalami terkait dengan ke mana CCTV ini,” kata Aditya. Berdasarkan penelusuran tim, CCTV tersebut memang sempat tersambar petir. Akan tetapi DVR-nya tidak.
Kilas balik sidang perkara obstruction of justice dengan terdakwa Arif Rachman Arifin dengan agenda pembacaan eksepsi, Jumat, 28 Oktober 2022
Selanjutnya, pada Jumat, 28 Oktober 2022, dalam sidang pembacaan nota keberatan atau eksepsi, Arif Rachman Arifin dinilai hanya berada pada tempat dan waktu yang salah. Hal itu disampaikan pengacara Arif, Junaedi Saibih. Junaedi mengatakan hal itu berdasarkan fakta dan kronologi yang tertulis dalam surat dakwaan jaksa. Arif disebut telah mencoba mengkonfirmasi soal rekaman CCTV di rumah dinas Sambo. Dalam rekaman itu, Arif melihat Yosua masih hidup ketika Sambo tiba di TKP.
“Sehingga sangat tidak adil bagi beliau bila didakwa memiliki kesamaan niat dengan Ferdy Sambo untuk menyembunyikan kebenaran terkait dugaan pembunuhan korban Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat,” kata Junaedi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat, 28 Oktober 2022.
Namun Ferdy Sambo malah menyatakan rekaman yang dilihat Arif keliru. Sambo berkeras cerita versinya lah yang benar bahwa dia tiba di TKP saat Brigadir J telah tewas karena tembak menembak dengan Bharada E alias Richard Eliezer Pudihang Lumiu. Sehingga, kata Junaedi, tidak mungkin Arif mengetahui fakta atau kronologi kejadian yang sebenarnya terjadi di Kompleks Perumahan Polri Duren Tiga.
“Apalagi mempunyai niat yang sama dengan Ferdy Sambo untuk menyembunyikan pembunuhan,” kata Junaedi.
Dalam dakwaan yang dibacakan JPU sebelumnya di PN Jaksel pada Senin, 17 Oktober 2022, Arif bersama AKBP Ridwan Soplanit, Komisaris Polisi Baiquni Wibowo, dan Kompol Chuck Putranto, disebut menonton rekaman CCTV yang memperlihatkan rekaman Yosua masih hidup antara pukul 17.07-17.17 WIB. Mereka menonton rekaman di rumah Ridwan Soplanit yang berada tidak jauh dari TKP pembunuhan.
“Mereka lihat ternyata benar bahwa Nofriyansyah Yosua Hutabarat sedang memakai baju putih dan berjalan dari pintu depan rumah menuju pintu samping melalui taman rumah dinas Ferdy Sambo,” ungkap JPU.
JPU mengatakan Arif kaget melihat Yosua masih hidup karena berbeda dengan kronologi yang dibeberkan oleh Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi dan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan. Brigadir J disebut telah tewas saat Sambo tiba, sementara rekaman itu menjelaskan sebaliknya. Rekaman itu juga membantah pernyataan Ferdy Sambo tentang tembak-menembak.
Arif kemudian keluar rumah Ridwan dan menelepon Kepala Biro Pengamanan Internal Divisi Propam Polri Brigadir Jenderal Hendra Kurniawan. Ia menceritakan apa yang ia lihat dalam rekaman kepada Hendra. Mendengar suara Arif gemetar dan ketakutan, Hendra menenangkan dan memintanya menghadap dirinya dan Sambo. Arif lalu menjelaskan kepada Sambo bahwa ia melihat Yosua masih hidup ketika Sambo datang ke rumah dinas.
Padahal, menurut keterangan Sambo dan Polres Jakarta Selatan, terjadi peristiwa tembak-menembak pada rentang waktu tersebut. Sambo mengatakan rekaman itu keliru dan emosi kepada Arif karena tidak mempercayainya. “Masa kamu tidak percaya sama saya,” kata Sambo emosi. Sambo kemudian mengancam empat orang tersebut agar tidak membocorkan rekaman dan meminta mereka memusnahkan rekamannya.
Arif Rachman Arifin tidak berani menatap mata Sambo saat percakapan mengenai rekaman tersebut. Setelah itu Arif memerintahkan Baiquni Wibowo untuk menghapus semua rekaman CCTV itu yang berada di dalam laptopnya. Baiquni sempat meminta waktu untuk mencadangkan sejumlah data dalam laptop itu sebelum memformat ulang. Selesai mencadangkan data, Baiquni menyerahkan laptop itu kepada Arif Rachman Arifin yang kemudian mematahkannya dengan tangan.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | EKA YUDHA SAPUTRA
Pilihan Editor: Apa Itu Obstruction of Justice dalam Kasus Ferdy Sambo?