Hakim MK akui ada keanehan
Hakim Mahkamah Konstitusi Saldi Isra mengakui ada keanehan dalam putusan perkara 90/PUU-XXI/2023 tentang gugatan batas usia capres-cawapres. “Sejak menapakkan kaki sebagai Hakim Konstitusi pada 11 April 2017 atau sekitar enam setengah tahun lalu, baru kali ini saya mengalami peristiwa aneh yang luar biasa,” kata Saldi saat membacakan dissenting opinion dalam putusan.
Keanehan itu, kata dia, dipicu atas adanya perbedaan putusan perkara 29-51-55/PUU-XXI/2023 dengan perkara 90/PUU-XXI/2023. Dalam ketiga putusan sebelumnya, kata Saldi, para hakim MK menyebut gugatan pemohon merupakan ranah pembentuk undang-undang. “Apakah mahkamah pernah berubah pendirian? Pernah tetapi tidak pernah terjadi secepat ini, di mana perubahan terjadi dalam hitungan hari,” kata Saldi.
Hakim MK sebut ada keganjilan dalam proses pengambilan keputusan
Senada dengan Saldi, Hakim Konstitusi Arief Hidayat juga merasakan ada keganjilan dalam proses pengambilan keputusan uji materiil Pasal 169 huruf q UU 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di MK. Arief bersama tiga hakim konstitusi lain yakni Saldi, Wahiduddin Adams, dan Suhartoyo adalah Hakim MK yang menolak uji materiil yang diajukan oleh mahasiswa UNS Almas Tsaqibbirru Re A Almas.
Arief mengatakan, keganjilan itu mulai dari penjadwalan sidang yang terkesan lama dan ditunda-tunda. Bahkan penundaan terjadi satu hingga dua bulan. Arief melanjutkan, penundaan itu merupakan ketidaklaziman yang dirasakannya selama 10 tahun menjadi hakim konstitusi. Meskipun tidak melanggar hukum acara, namun penundaan perkara a quo berpotensi menunda keadilan dan pada akhirnya akan meniadakan keadilan itu sendiri.
Keganjilan kedua, dirasakan Arief saat para hakim mulai menggelar rapat permusyawaratan untuk memutuskan perkara. Pada putusan perkara gugatan gelombang pertama Ketua MK Anwar Usman tidak ikut memutus perkara. Ketidakhadiran Anwar Usman kala itu berbuah putusan perkara ditolak dengan komposisi enam hakim menolak dan dua hakim berbeda pendapat atau dissenting opinion.
Namun, pada perkara nomor 90 dan 91, Anwar Usman tiba-tiba ikut membahas dan ikut memutus perkara tersebut. Padahal isu konstitusionalnya sama dengan perkara gelombang pertama. Hasilnya, perkara nomor 90 dikabulkan sebagian. “Sungguh tindakan yang menurut saya di luar nalar yang bisa diterima oleh penalaran yang wajar,” kata Arief.
Pendiri Lokataru Foundation sebut MK main-main dengan putusan
Pendiri Lokataru Foundation, Haris Azhar, menilai MK bermain-main ketika memutus uji materi Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. “MK bermain-main dengan berbagai permohonan soal syarat usia. Pagi tadi yang ditolak hanya yang diajukan oleh partai ponakan. Tapi kemudian materinya dikabulkan lewat permohonan lain,” kata Haris Azhar kepada Tempo, Senin, 16 Oktober 2023.
Ratusan warga teken Maklumat Keprihatinan
Ratusan warga dari bida pendidikan, tokoh agama hingga seniman meneken Maklumat Keprihatinan setelah MK mengabulkan gugatan batas usia capres dan cawapres tetap 40 tahun dengan catatan pengecualian sudah berpengalaman sebagai kepala daerah. Maklumat tersebut berisi tentang keresahan, kecemasan hingga kemarahan terhadap perilaku elite dalam proses Pilpres maupun Pemilu 2024 yang menerobos kepatutan.
“Putusan MK yang dalam pandangan kami mengecewakan publik dan menunjukkan apa yang ditawarkan oleh Mahkamah Konstitusi tidak lebih sekarang ini sebagai Mahkamah Keluarga,” kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia sekaligus Juru bicara Maklumat, Usman Hamid pada Senin, 16 Oktober 2023 di Malacca Toast Juanda.
Selanjutnya: Tanggapan Gibran, Jokowi, Ganjar