Akhirnya, pada dinihari sekitar pukul 01.30, tim evakuasi yang terdiri dari 12 orang tersebut diberangkatkan ke Lubang Buaya. Sugimin mengungkapkan mereka malah menuju ke Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma karena belum tahu lokasi persisnya. Tujuan mereka ke sana adalah untuk bertanya kepada perwira yang berjaga. Namun, ia juga tidak tahu. “Akhirnya, kami bertemu seorang polisi di sekitar Halim, dialah yang menunjukkan jalan ke Lubang Buaya,” terang Sugimin.
Setelah menempuh jarak kurang lebih 3 kilometer dari Halim, tim evakuasi tiba di Lubang Buaya. Namun, lokasi ternyata sudah dijaga ketat oleh pasukan Resumen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD). “Kami dilarang masuk oleh pasukan baret merah, harus menunggu Mayor Jenderal Soeharto masuk lebih dulu,” ujar Sugimin.
Tim evakuasi tertahan di akses jalan menuju sumur Lubang Buaya sampai pagi menuju siang. Barulah sekitar pukul 11.00, rombongan Mayor Jenderal Soeharto datang. Setelah itu, tim evakuasi dipersilakan masuk. Sesampainya di sana, tim evakuasi langsung bekerja. Pada awalnya, terdapat kendala teknis karena sumur cukup dalam dan diameter sangat sempit. Bahkan, beberapa prajurit pingsan karena terpapar gas beracun dari dalam sumur Lubang Buaya.
Dari situ, dilakukanlah proses orientasi untuk mengetahui metode yang tepat untuk mengangkat seluruh jenazah. Terdapat tiga opsi pengangkatan. Pertama, mengangkat langsung. Kedua, memperlebar sumur. Ketiga, menggunakan tali. Atas keputusan Kho Tjioe Liang dan Kapten Sumarno, akhirnya dipilihlah opsi ketiga.
Proses evakuasi memakan waktu 4 jam, dari pukul 11.00 hingga sekitar 15.00. Ketujuh Jenazah perwira TNI AD korban G30S dimakamkan pada 5 Oktober 1965 di Taman Makam Pahlawan.
ANANDA RIDHO SULISTYA | KUKUH S. WIBOWO | M. RIZQI AKBAR
Pilihan Editor: G30S: 58 Tahun Lalu, Begini Proses Evakuasi 7 Jasad Pahlawan Revolusi dari Sumur Lubang Buaya