TEMPO.CO, Jakarta - Dibalik kisah inspiratifnya, Raden Ajeng atau RA Kartini menyimpan kisah haru karena ia meninggal empat hari usai melahirkan putranya.
RA Kartini adalah tokoh perempuan yang luar biasa. Pahlawan Pergerakan Nasional ini berjuang menyuarakan emansipasi wanita. Semangat emansipasi, mengangkat harkat dan derajat kaum perempuan Indonesia terus digelorakan, sehingga Kartini menjadi berjasa bagi kaum perempuan Indonesia.
RA Kartini lahir pada 21 April 1879 dan dikenal berkat surat-suratnya yang diterbitkan menjadi sebuah buku berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang”.
Namun pada 13 September 1904, ia mengembuskan napas terakhirnya di usia muda. Kartini yang baru berusia 25 tahun pergi untuk selama-lamanya, tepat empat hari pasca melahirkan putra tunggalnya, Raden Mas Soesalit Djojoadhiningrat.
Dari kabar yang beredar, Kartini meninggal akibat preeklampsia. Pre-eklampsia adalah tekanan darah tinggi yang terjadi pada ibu hamil dan kelebihan kadar protein dalam urine.
Tekanan darah ibu hamil dengan preeklampsia biasanya berada di atas 130/90 mmHg. Sedangkan tekanan darah normal manusia sekitar 120/80 mmHg. Ibu hamil bisa dikatakan menderita pre eklampsia jika kehamilanya sudah mencapai usia lebih dari 20 minggu.
RA Kartini dan Berbagai Versi Kematiannya
Kematian Kartini empat hari setelah melahirkan putranya menimbulkan tanda tanya bagi banyak orang. Pasalnya, saat Kartini mengandung hingga melahirkan, ia tampak sehat walafiat. Kematian Kartini yang tiba-tiba ini menimbulkan perdebatan dan spekulasi serta kecurigaan negatif bagi sebagian pihak.
Banyak yang meyakini, kematian RA Kartini karena setelah melahirkan mengalami pre-eklamsia. Kondisi ini merupakan komplikasi kehamilan yang sangat berbahaya, terutama pada zamannya penanganan medis belum secanggih saat ini.
Namun, dalam buku "Kartini Mati Dibunuh", Efatino Febriana mencoba untuk menggali fakta-fakta yang beredar di sekitar kematian Kartini. Efatino, di akhir bukunya, menyimpulkan bahwa kematian Kartini sudah direncanakan.
Selain Efatino, Sitisoemandari dalam bukunya berjudul "Kartini, Sebuah Biografi", juga menduga bahwa Kartini meninggal akibat permainan jahat dari Belanda. Hal ini semakin memperkuat kesimpulan Efatino. Belanda ingin membungkam pemikiran-pemikiran progresif dan revolusioner Kartini yang berwawasan kebangsaan.
RINDI ARISKA I ANNISA FIRDAUSI
Pilihan Editor: 119 Tahun RA Kartini Wafat, 4 Hari Setelah Melahirkan Soesalit Djojoadhiningrat