TEMPO.CO, Jakarta - Setara Institute bersama Sustainable-Inclusive Governance Initiative (SIGI) mengeluarkan hasil penelitiannya yang menyebut kinerja pemerintah dalam pemajuan bisnis dan HAM berada pada tingkat basic to improving atau masih pemula menuju langkah pemajuan.
Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan mengatakan, sejak 2011, pemerintah telah mengadopsi norma bisnis dan HAM yang dikeluarkan oleh United Nations Working Group on Business and Human Rights (UNWG) dalam bentuk United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGPs), suatu norma yang memastikan tanggung jawab negara dan sektor korporasi dalam menjalankan bisnis yang bertanggung jawab.
"Setelah lebih dari 10 tahun, kinerja pemerintah dalam pemajuan bisnis dan HAM berada pada tingkat basic to improving, yakni masih pemula menuju langkah pemajuan," kata Halili dalam konferensi persnya, Rabu 13 September 2023.
Halili menilai, lambatnya kinerja pemerintah dalam meningkatkan pematuhan bisnis dan HAM ini disebabkan masih ditemukannya peraturan perundang-undangan dan regulasi-regulasi regresif yang berpotensi menghambat efektivitas implementasi prinsip BHAM, antara lain UU No. 7/2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, UU No. 3/2020 tentang Mineral dan Batubara, UU 6/2023 atau UU Cipta Kerja, UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Kepentingan Umum dan turunannya seperti PP 19/2021, yang membuka ruang-ruang perampasan tanah rakyat.
Selain aturan-aturan itu, Halili juga mengungkapkan, dalam penelitian yang dikeluarkan Setara Institute ditemukan pemerintah hanya memberi respons
parsial atas rekomendasi-rekomendasi Badan HAM PBB pada aspek-aspek Bisnis dan HAM.
"Pemerintah belum memiliki pengaturan wajib (mandatory) uji tuntas HAM, negara belum dapat menjadi katalisator dan pionir untuk pemenuhan aspek HAM yang mempromosikan transparansi dan ketertelusuran rantai pasok," kata Halili.
Halili mengatakan, dari berbagai perjanjian internasional/bilateral di bidang ekonomi, sama sekali belum menyentuh aspek HAM sebagai variabel yang diperjanjikan dan
dipedomani bersama.
"Pemerintah juga belum menyediakan dan memfasilitasi inisiatif untuk memastikan terwujudnya mekanisme pemulihan yang efektif (effective remedies) atas tindakan pelanggaran oleh entitas bisnis sebagaimana mandat UNGPs," kata Halili.
Sebagai solusinya, kata Halili, Setara Institute pun merekomendasikan agenda untuk pemerintah yakni mempercepat pengesahan Perpres Strategi Nasional Bisnis dan HAM, memperkuat peraturan perundang-undangan, kebijakan, dan agenda aksi BHAM pada sektor-sektor bisnis dengan dampak HAM paling krusial.
Mendorong konsistensi pemenuhan pada aspek formal dan legal dengan praksis implementasi prinsip BHAM, secara gradual menuju kebijakan mandatori Uji Tuntas HAM bagi sektor bisnis, mengagendakan evaluasi dan perubahan peraturan perundang-undangan yang kontradiktif dengan upaya pemajuan prinsip BHAM di Indonesia, dan mendorong penguatan pada aspek remediasi (pemulihan HAM terhadap korban).
Pilihan Editor: 39 Tahun Berlalu, Tragedi Tanjung Priok Masih Menyisakan Luka Bagi Keluarga dan Korban