TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Koalisi Sipil untuk UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) Eva Kusuma menyebut Ketua DPR RI Puan Maharani kembali menahan pembahasan RUU PPRT. Eva mengatakan Daftar Isian Masalah (DIM) RUU PPRT sudah ada di Puan sejak tiga bulan lalu, namun hingga kini politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP itu tidak kunjung membentuk tim untuk pembahasan lebih lanjut.
"DIM dari pemerintah yang sudah masuk sejak 16 Mei itu enggak direspons oleh dia, didiamkan saja. Malah dia kemudian mengagendakan yang belakangan-belakangan. Ini ngganjel lagi," ujar Eva saat dihubungi Tempo, Sabtu, 29 Juli 2023.
Eva mengatakan DPR seharusnya menganut sistem first in first out atau usulan RUU yang pertama masuk, maka harus dibahas lebih dahulu untuk disahkan menjadi UU. Posisi RUU PPRT, kata Eva, ada di antrean awal untuk disahkan karena sudah 19 tahun lalu sejak diusulkan pertama kali menjadi undang-undang.
Namun, Eva mengatakan pada kenyataannya RUU PPRT tak kunjung disahkan dan justru disalip oleh beberapa RUU yang usulannya baru diajukan, seperti RUU Kesehatan hingga RUU Omnibus Law. Eva khawatir RUU PPRT tidak akan dibahas di DPR hingga masa jabatan Puan habis pada 2024.
Jika sudah lewat periode saat ini, Eva mengatakan maka proses pengesahan RUU PPRT akan kembali mengulang dari awal. Sebab DPR periode selanjutnya, kata dia, tidak akan menerima lanjutan tugas dari periode saat ini. RUU PPRT ini bisa jadi 20 tahun tak disahkan," kata Eva.
Sementara itu, Ketua Pelaksana Percepatan Pembentukan UU PPRT Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej menyampaikan, terdapat 367 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dalam UU PPRT. Dari jumlah tersebut, Edward mengatakan 79 DIM di antaranya merupakan substansi baru. "Ini akan menjadi fokus kita," ujar Eddy.
Usai temuan ratusan DIM tersebut, sesuai peraturan perundang-undangan pemerintah selanjutnya bakal menandatangi DIM tersebut dan menyerahkannya secara formil ke DPR RI. Setelah diserahkan pada 16 Mei 2023, harapannya RUU PPRT sudah dapat dibahas di DPR satu pekan kemudian.
Eddy menjelaskan secara substansi RUU PPRT pada prinsipnya mengatur dua hal baru, yakni pengakuan dan pelindungan terhadap PRT. Eddy mengatakan RUU PPRT juga mengatur mengenai hak dan kewajiban PRT, seperti hak atas istirahat, upah, jaminan sosial yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan, serta makanan dan akomodasi yang layak, serta beberapa hal penting lain yang akan menjadi bentuk perlindungan dan pemenuhan PRT. "Selain itu, RUU PPRT juga akan memberikan aspek perlindungan kepada Pemberi Kerja," kata Eddy.
Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko meminta agar Tim Pelaksana Percepatan UU PPRT segera melakukan komunikasi politik dan komunikasi publik, baik secara formal maupun non formal. Menurut dia, komunikasi politik secara intensif dengan DPR sangat dibutuhkan agar pembahasan UU PPRT berjalan mulus.
Selain itu, Moeldoko meminta agar tim juga harus melakukan pendekatan khusus kepada simpul-simpul masyarakat sipil yang mengawal UU PPRT. “Jangan sampai ada kesan lahirnya Undang-Undang ini (UU PPRT) tanpa ada peran masyarakat sipil,” kata Moeldoko.
Pilihan Editor: Target Disahkan Tahun 2023, Begini Garis Besar Isi RUU PPRT