TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi atau Dewas KPK menuai sorotan belakangan. Pernyataan mereka dalam dua kasus terakhir menuai polemik. Kasus tersebut yaitu terkait dugaan pungutan liar atau pungli di Rutan KPK dan putusan Firli Bahuri tak langgar kode etik.
Pada kasus pertama, Dewas KPK mengklaim temuan dugaan pungli di Rutan KPK adalah inisiatif penyelidikan yang dilakukan oleh pihak mereka. Tetapi klaim tersebut dibantah Aktivis Antikorupsi Novel Baswedan. Menurut Eks Penyidik Senior KPK ini, temuan pungli merupakan laporan dari penyidik KPK.
Dalam kasus kedua, KPK memberhentikan kasus Firli Bahuri laporan Brigjen Endar Priantoro. Ketua KPK itu dilaporkan Endar terkait pelanggaran kode etik usai memecat dirinya selaku Direktur Penyelidikan KPK. Namun, menurut Dewas, mereka tak menemukan bukti kuat pelanggaran yang disangkakan kepada Firli. Itu adalah kali keempat Firli lolos dari jeratan pelanggaran kode etik.
Dewas KPK berwenang sebagai pengawas KPK. Kepada Dewas KPK ini masyarakat maupun lembaga dapat melapor jika menemui pelanggaran oleh KPK. Anggota Dewas KPK terdiri dari lima orang. Anggota Dewas KPK periode 2019 hingga 2023 yaitu Tumpak Hatarongan Panggabean selaku ketua, Albertina Ho, Syamsuddin Haris, Harjono, dan Indriyanto Seno Adji sebagai anggota.
Berikut profil mereka.
Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, memberikan keterangan kepada awak media seusai menggelar sidang pelanggaran kode etik oleh Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar, di gedung ACLC Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Senin, 11 Juli 2022. TEMPO/Imam Sukamto
1. Tumpak Hatarongan Panggabean
Tumpak Hatorangan Panggabean menjabat sebagai Ketua Dewas KPK sejak 2018. Dia merupakan eks Wakil Ketua KPK pada 2003 hingga 2007. Dia juga sempat menjadi Plt Ketua KPK pada Oktober 2009 hingga November 2010. Kala itu Tumpak menggantikan pejabat nonaktif Antasari Azhar.
Tumpak lahir di Sanggau, Kalimantan Barat pada 29 Juli 1943. Dia memulai karier hukumnya pada 1973 usai lulus dari Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura, Pontianak. Pada 1991-1993, dia menjadi Kepala Kejaksaan Negeri Pangkalan Bun. Tumpak sempat menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, Kajari Dili, dan Kasubdit Pengamanan Ideologi dan Politik di Jaksa Agung Muda Intelijen periode 1996-1997.
Selain itu, dia pernah menjabat sebagai Asintel Kejati DKI Jakarta. Setahun berselang, pada 1998, Tumpak diangkat menjadi Wakajati. Lalu pada 1999 dia diangkat sebagai Kajati Maluku. Pada 2000, dia jadi Kajati Sulawesi Selatan. Kemudian pada 2001 dia dipercaya sebagai Sesjampidsus. Tumpak jadi Jaksa di Kejaksaan Agung pada 2003.
Pada 2008, Tumpak diangkat sebagai Anggota Dewan Komisaris PT Pos Indonesia (Pesero). Setahun setelahnya, dia ditugaskan kembali oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke KPK menjadi Plt Ketua KPK 2009-2010, menggantikan Antasari Azhar yang terjerat hukum.
Pada 2010, jabatannya digantikan oleh Busyro Muqoddas. Pada 2015, Tumpak ditunjuk Jokowi sebagai salah satu Tim Sembilan untuk menyelesaikan kisruh Polri-KPK saat itu. Pada 2018 dia diangkat Jokowi sebagai Ketua Dewas KPK.
Anggota Dewas KPK, Albertina Ho memberikan keterangan terkait capaian Kinerja Dewan Pengawas KPK Tahun 2022, di Gedung ACLC KPK, Jakarta, Senin, 9 Januari 2023. Dewas KPK menerima 1.460 laporan pemberitahuan penyadapan, 61 laporan penggeledahan dan 340 penyitaan dari KPK terkait tindak pidana korupsi selama tahun 2022. TEMPO/Imam Sukamto
2. Albertina Ho
Albertina Ho merupakan anggota Dewas. Dia adalah hakim wanita yang pernah menjabat sebagai Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Albertina terkenal karena menangani perkara suap pegawai Direktorat Jenderal Pajak Gayus Tambunan. Kala itu dia menghukum Gayus Tambunan 7 tahun penjara dan denda Rp 300 juta.
Albertina Ho lahir di Maluku Tenggara, 1 Januari 1960. Dia alumnus Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada atau UGM kelulusan 1985. Pendidikan Magister Hukum ditempuhnya di Universitas Jenderal Sudirman, Purwokerto, dan lulus pada 2004.
Karier Albertina Ho dimulai saat dia melamar sebagai Calon Hakim di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Dia diterima dengan status Calon Hakim pada 1986. Albertina pernah bertugas di PN Slawi, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Pernah pula dia menjadi Hakim di PN Temanggung dan PN Cilacap, Jawa Tengah.
Kariernya melesat pada 2005. Dia berhasil mencapai kursi Sekretaris Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial. Tak lama kemudian Albertina Ho menjadi Hakim PN Jakarta Selatan di mana dia menangani kasus suap terdakwa Gayus Tambunan.
Albertina juga menangani sejumlah perkara yang menjadi perhatian publik, yaitu pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen dengan terdakwa Sigid Haryo Wibisono, pelecehan terdakwa Anand Khrisna, dan perkara mafia hukum Jaksa Cirus Sinaga.
Selanjutnya: Anggota Dewas KPK lainnya, profil Syamsuddin Haris dkk