TEMPO.CO, Jakarta - Survei Kawula17 menunjukkan evaluasi kinerja mantan Presiden Jokowi merosot dari kuartal dua 2024 karena menyisakan masalah ekonomi, pekerjaan, kemiskinan dan korupsi selama masa kepemimpinannya.
Survei Nasional Kawula (NKS) merupakan survei per kuartal yang dilakukan yayasan independen PP17 untuk melihat kinerja pemerintah dari perspektif masyarakat. Periode pengumpulan data survei dilakukan pada 19-23 September 2024 dengan sampel representatif sebesar 425 responden dari seluruh Indonesia dan diikuti oleh responden berusia 17-44 tahun. Adapun margin of error 5 persen.
Sigi Kawula17 menunjukan bahwa dari rentang nilai 1-10, nilai kinerja Jokowi merosot dari 5,7 di Q2 2024 menjadi 5,4 di Q3 2024 ini.
“Bukan tanpa alasan, nilai merah ini kemungkinan disebabkan karena masyarakat menilai masih banyak permasalahan inti yang belum dapat diselesaikan dengan baik oleh pemerintah,” ujar Oktafia Kusuma, Research Fellow Kawula17 dalam keterangan tertulisnya, 30 Oktober 2024.
Oktafia mengatakan, permasalahan inti yang dianggap prioritas oleh masyarakat dan masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah di antaranya adalah isu ekonomi, pekerjaan, kemiskinan dan korupsi. Sayangnya, kinerja Jokowi pada isu prioritas tersebut masih belum memuaskan terutama pada isu korupsi. 90 persen responden menilai Jokowi buruk dalam menyelesaikan kasus korupsi.
“Kasus-kasus besar yang belum terselesaikan atau bahkan tersendat dapat menjadi salah satu faktor yang memperburuk citra pemerintahan di mata masyarakat,” ujar Oktafia.
Permasalahan lain yang cukup krusial dan mendapat nilai sangat buruk adalah pengentasan kemiskinan (68 persen). Meski terdapat banyak program bantuan sosial, tampak belum cukup untuk menurunkan angka kemiskinan di Indonesia. Selaras dengan penyediaan lapangan pekerjaan, sebanyak 47 persen masyarakat merasa pemerintah belum cukup memenuhi kebutuhan lapangan pekerjaan bagi angkatan kerja yang terus bertambah. Namun, dibalik nilai yang kurang memuaskan tersebut, 36 persen masyarakat sepakat bahwa Jokowi dinilai bagus dalam menyelesaikan permasalahan pendidikan.
“Tidak heran, sejauh ini pemerintahan Jokowi mengalokasikan anggaran pendidikan yang cukup tinggi yaitu 665 triliun di tahun 2024 jika dibandingkan dengan anggaran di akhir pemerintahan SBY di angka 353,39 triliun di tahun 2014,” ujarnya.
Alokasi anggaran ini sejalan dengan program yang secara langsung dapat dirasakan oleh masyarakat seperti dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), serta program beasiswa di berbagai level pendidikan dari sekolah menengah hingga perguruan tinggi.
Setelah pergantian kepemimpinan dari Jokowi ke Prabowo Subianto, masyarakat kini mulai melihat masa depan pemerintahan baru di tangan Prabowo Subianto. Kawula17 menemukan bahwa hampir separuh masyarakat (45 persen) merasa yakin bahwa Prabowo Subianto dapat merealisasikan janji-janji kampanyenya. Tingkat optimisme terhadap Prabowo cenderung lebih tinggi di kalangan masyarakat berusia 35-44 (59 persen) tahun dan kelompok masyarakat yang aktif dalam kegiatan politik (62 persen).
“Tingkat optimisme ini melonjak 7 persen dari 38 persen di kuartal dua 2024 menjadi ke 45 persen di kuartal tiga 2024. Pada kuartal tiga ini optimisme masyarakat mulai didorong oleh citra Prabowo sebagai sosok yang tegas, berani, dihormati dan mendapat dukungan yang kuat dari berbagai kelompok politik dan elemen masyarakat,” ujar Oktafia.
Kendati demikian, pemerintahan Prabowo tidak lepas dari berbagai tantangan, terutama dalam memenuhi ekspektasi masyarakat. Selain pemberantasan korupsi, program utama untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi seperti badai deflasi, yang berdampak pada masifnya PHK hingga merembet ke tingkat pengangguran dan kemiskinan yang tinggi, juga harus menjadi fokus utama pemerintahan Prabowo.
Dari sisi lingkungan, masyarakat menilai pengelolaan sampah, sebagai masalah lingkungan paling penting di kuartal ketiga (38 persen), diikuti banjir (31 persen) dan polusi udara (29 persen). Isu lain yang mengikuti ketiga topik di atas adalah pencemaran sungai (24 persen), pembuangan limbah industri (22 persen) dan gagal panen (22 persen).
Pilihan Editor: Ratusan Relawan Jokowi dan Prabowo-Gibran Masuk ke Gerakan Solidaritas Nasional