INFO NASIONAL – Media saat ini belum maksimal dalam menyajikan berita terkait isu Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) galon, utamanya dari aspek kesehatan maupun aspek lingkungan hidup. Hal itu dikatakan Kepala Center For Entrepreneurship, Tourism, Information and Strategy Pascasarjana Universitas Sahid, Algooth Putranto dalam diskusi media Klub Jurnalis Ekonomi Jakarta (KJEJ) bertema “Menyikapi Hoax dan Negative Campaign Dalam Persaingan Bisnis AMDK” di Jakarta, Kamis 15 Juni 2023.
Dia mencontohkan masih minimnya pemberitaan yang komprehensif terkait risiko Bisphenol A (BPA) pada galon guna ulang. “Misalnya, jika regulator mengatakan BPA pada galon polikarbonat aman asalkan sesuai dengan kriteria Standar Nasional Indonesia (SNI), media seharusnya aktif menggali dasar pernyataan tersebut. Ini perlu dilakukan karena di Eropa dan Amerika, sejak lama sudah ada peringatan dan bahkan larangan dari orotitas keamanan pangan atas kemasan pangan yang berisiko mengandung BPA,” katanya.
BPA adalah senyawa kimia yang dapat memicu kanker, gangguan hormonal dan kesuburan pada pria dan wanita, serta gangguan tumbuh kembang janin dan anak. Jamak digunakan sebagai bahan baku produksi galon guna ulang, senyawa tersebut diketahui mudah luruh dari kemasan galon dan rawan terminum oleh konsumen hingga ke level yang melebihi ambang batas aman. Risiko inilah yang mendorong Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyiapkan sebuah regulasi pelabelan risiko BPA untuk mengantisipasi dampak kesehatan publik di masa datang.
Menurut Algooth, media bisa berkontribusi dalam pendidikan publik terkait risiko BPA dengan mengangkat sisi keekonomian produksi galon polikarbonat. Media, menurutnya, bisa menyajikan fakta bahwa bahan dasar galon polikarbonat sebagian besarnya impor, dengan harga US$ 4 per kilogram. Sementara untuk produksi galon dengan kemasan Polietilena Tereftalat (PET), jenis plastik yang bebas BPA, bahannya cukup tersedia di dalam negeri dengan harga hanya seperempatnya, US$ 1/Kg.
Selain itu, menurutnya, media juga bisa mengulas secara komprehensif permasalahan transportasi air minum kemasan bermerek di Indonesia. “Sejauh ini, saya lihat sebagian media juga mulai berimbang memberitakan mudarat kemasan galon polikarbonat versus PET,” kata Algooth.
Dia berharap media tuntas membuka nama produsen galon yang masih menggunakan kemasan polikarbonat yang mengandung BPA. “Jika merujuk pada UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers, media harusnya tidak perlu takut karena ini kepentingan umum (pasal 3 dan pasal 6). Tentu harus diingat, ada hak jawab dan koreksi (pasal 1) yang harus dihormati media ketika ada pihak yang merasa perlu menggunakan hak tersebut,” kata Algooth.
Pakar komunikasi Akhmad Edhy Aruman menuturkan, pada dasarnya tidak ada perbedaan di antara produk air minum kemasan bermerek yang beredar di pasaran. Perbedaan, menurutnya, hanya ada pada iklan-iklan produk yang muncul di media. Menurut Edhy, produk AMDK galon sekali pakai merupakan brand challenger alias penantang pasar, tampil dengan strategi jitu bermain dengan kemasan selalu baru, baik pada produk kemasan botol maupun galon. “Ini yang membedakan produk perusahaan dalam negeri dengan sang pemimpin pasar, yang menggunakan model pakai ulang pada produk galon.”
Sebelumnya, ditemukan bahwa produk galon yang kemasannya menggunakan plastik jenis Polikarbonat, berisiko mengandung Bisphenol A (BPA). Belakangan, karena pilihan kemasan yang lebih sehat, brand lain menyusul. “BPA memang bisa memperkuat kemasan plastik. Kalau plastik enggak ada BPA kemasannya jadi lembek. Yang jadi problem adalah adanya potensi peluruhan BPA pada galon polikarbonat yang bisa menimbulkan risiko Kesehatan,” kata Edhy.
Data Asosiasi Produsen Air Minum Kemasan Nasional (Asparminas) menyebutkan volume penjualan AMDK galon bermerek meningkat 3,64 persen pada 2022 dengan total produksi mencapai 10,7 miliar liter dan penjualan Rp 9,7 triliun. Dari angka itu, volume penjualan galon berbahan kemasan plastik PET, meningkat pesat hingga 31 persen menjadi 818 juta liter. (*)