TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Ma'ruf Amin akan memperjuangkan pendiri Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) Syeikh Sulaiman Ar Rasuli atau Inyiak Canduang diangkat menjadi pahlawan nasional. Menurut Ma’ruf Amin, jasa Sulaiman Ar Rasuli sangat banyak di bidang pendidikan, dakwah, dan sosial kemasyarakatan. Ia juga menyinggung peran sang tokoh dalam mendirikan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI).
“PERTI ini dulu didirikan oleh Syekh Sulaiman Ar Rasuli, sangat besar pengaruhnya bagi bangsa Indonesia. Pendirinya adalah pejuang kemerdekaan, bahkan PERTI dulu pernah menjadi kosituan di Indonesia,” kata Ma’ruf Amin saat menghadiri Milad ke-95 PERTI yang di Auditorium Universitas Negeri Padang (UNP) pada Jumat, 5 Mei 2023 dikutip dari Langgam.id mitra Teras.id.
Profil Syekh Sulaiman Ar Rasuli
Syeikh Sulaiman Ar Rasuli lahir pada 10 Desember 1871 di daerah Canduang, Sumatera Barat. Syekh Sulaiman Arrasuli sewaktu kecil bernama Muhammad Sulaiman bin Muhammad Rasul. Ia kerap disapa dengan sebutan Inyiak Canduang. Ayahnya bernama Angku Muhammad Rasul dan ibunya bernama Siti Buli’ah.
Mengutip publikasi Syekh H. Sulaiman al - Rasuli; Profil Ulama Pejuang, ketika umurnya menginjak 10 tahun, Sulaiman dikirimkan orang tuanya ke surau Batu Hampar untuk memperdalam ilmu Islam. Di sana ia berada di bawah pengawasan Syekh Muhammad Arsyad dan Syekh Abdurrahman.
Setelah dari Batu Hampar, Sulaiman bertolak ke berbagai daerah untuk berguru ke ulama lainnya seperti Tuanku Sami’ Ilmiah di Baso, Tuanku Kolok di Batusangkar, Syekh Abdussalam di Banuhampu, hingga Syekh Abdullah di Halaban.
Pada 1903, ia berkesempatan pergi ke tanah suci untuk menimbal ilmu dan melakukan ibadah haji. Ia menetap di Mekah selama kurang lebih tiga setengah tahun. Di sana ia mempelajari ilmu terkait islam seperti ilmu tafsir Al-quran, ilmu alat, ilmu hadits, fiqih, tasawuf, tauhid, dan mantiq.
Ia juga bertemu dengan beberapa tokoh seperti Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, Syekh Utsman as-Sarawaki, Syekh Muhammad Sa’id Ba Bashil, Syekh Ahmad Muhammad Zain al-Fathani, Syekh Wan Ali Abdur Rahman al-Kalantani, Syekh Muhammad Ismail al-Fathani, Syekh Mukhtar ‘Atharid as-Shufi, dan Sayyid Ahmad Syattha al-Makki.
Mengutip buku Inyiak Sang Pejuang, Sulaiman kembali ke tanah air pada 1907 lalu membangun suraunya sendiri yang dinamakannya Surau Baru di Candung untuk menyebarluaskan ilmu yang dimilikinya. Ini menjadi titik awal sepak terjangnya di bidang pendidikan, terutama agama Islam.
Hal itu berlanjut dengan didirikannya Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) oleh Sulaiman bersama sejumlah ulama Kaum Tua di Candung. Setelahnya, pendirian MTI juga dilakukan di dua daerah lainnya yakni MTI Jaho dan MTI Tabek Gadang Payakumbuh.
Ketiga MTI itu menginspirasi lahirnya MTI lain di seluruh Indonesia. Pada 1935, MTI pertumbuhan MTI yang besar membuatnya menghasilkan kurang lebih 300 sekolah yang tersebar di kota besar dan kota kecil dengan jumlah puluhan ribu murid.
Sulaiman juga berkontribusi dalam mendirikan Persatuan Madrasah Tarbiyah Islamiyah (PMTI). Pada 20 Mei 1930, PMTI diubah menjadi Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PTI) kemudian diubah lagi menjadi persatuan pendidikan Islam Indonesia (PPII) dua tahun kemudian.
Sebelum masuknya Jepang ke tanah Minang, Sulaiman arrasuli mendirikan Lasykar muslimin (Lasymi) dengan bertujuan untuk berjaga-jaga kalau Jepang benar-benar masuk ke daerah Minangkabau. Ketika Jepang sudah memasuki daerah Minangkabau, Sulaiman membuat organisasi umat Islam bernama Majelis Islam tinggi Minangkabau (MITM), di sana ia menjabat sebagai ketua umum. Syekh Sulaiman pernah diutus sebagai wakil Minangkabau dalam konferensi alim ulama di Singapura pada 1943.
Pilihan Editor: Kisah Kakek Buyut Ma'ruf Amin akan Difilmkan
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.