TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM meminta Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md untuk memfasilitasi koordinasi antara mereka dengan Kejaksaan Agung untuk penyelidikan dan penyidikan kasus pelanggaran HAM berat melalui mekanisme yudisial.
Permintaan ini disampaikan Komnas HAM setelah Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerima Laporan Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu (PPHAM). Jokowi mengakui 12 pelanggaran HAM berat, mulai dari pembantaian 1965-1966 hingga peristiwa Jambo Keupok di Aceh 2003.
“Pengakuan tersebut memperlihatkan adanya komitmen pemerintah sebagai pemangku kewajiban dalam pemulihan hak korban, untuk memberikan kompensasi, restitusi dan rehabilitasi sesuai peraturan perundang-undangan,” kata Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro dalam keterangan tertulis, Rabu, 11 Januari 2023.
Atnike mengatakan Komnas HAM mendukung jaminan ketidakberulangan peristiwa Pelanggaran HAM berat. Caranya dengan membangun pemajuan dan penegakan HAM yang efektif, di antaranya dengan mendorong ratifikasi semua instrumen HAM Internasional, perubahan kebijakan di berbagai sektor dan tatanan kelembagaan pada institusi negara, dan peningkatan kapasitas penegak hukum dan aparat sipil negara melalui pendidikan dan pelatihan HAM.
Baca juga: Kilas Balik 12 Kasus Pelanggaran HAM Berat yang Diakui dan Disesalkan Jokowi
“Kami juga meminta Menkopolhukam untuk merumuskan langkah konkret tindak lanjut atas laporan Tim PPHAM,” ujar Atnike.
Menurut Atnike, masih ada hak atas pemulihan bagi korban peristiwa pelanggaran HAM berat yang telah disidangkan melalui Pengadilan HAM namun belum mendapatkan haknya atas pemulihan hingga saat ini, antara lain Peristiwa Tanjung Priok 1984, Peristiwa Timor-Timor 1999, Peristiwa Abepura 2000, dan Peristiwa Paniai 2014.
Komnas HAM juga meminta semua lembaga pemerintahan, mulai dari Kementerian/Lembaga hingga TNI-Polri dan pemerintah daerah agar turut mendukung kebijakan pemerintah terkait tindak lanjut atas laporan Tim PPHAM.
“Komnas HAM membuka ruang bagi korban untuk mengajukan status sebagai korban Pelanggaran HAM Berat kepada Komnas HAM,” kata Atnike.
Dalam pidato Rabu, 11 Januari 2023, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengakui ada 12 peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu.
"Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa," ujar Jokowi di Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu, 11 Januari 2023.
Pernyataan tersebut setelah membaca dengan seksama laporan dari Tim Non-Yudisial Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat. Meski ada pembentukan tim non-yudisial, Jokowi menekankan agar kasus pelanggaran HAM berat tetap diusut melalui jalur yudisial.
"Saya menaruh simpati dan empati mendalam kepada para korban dan keluarga korban. Oleh karena itu saya dan pemerintah untuk memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian yudisial," kata Jokowi.
Adapun anggota Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu, antara lain Makarim Wibisono, Ifdal kasim, Suparman Marzuki, Mustafa Abubakar, Rahayu, As ad Said Ali, Letjen TNI Purn Kiki Syahnarki, dan Komarudin Hidayat. Saat menerima laporan, Jokowi ditemani oleh Menkopolhukam Mahfud MD.
Adapun 12 kasus pelanggaran HAM berat tersebut adalah Peristiwa 1965/1966, peristiwa Penembakan Misterius 1982/1985, Peristiwa Talangsari Lampung 1989, Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Statis di Aceh 1989, Peristiwa Penghilangan Orang secara Paksa 1997/1998, Peristiwa Kerusuhan Mei 1998, Peristiwa Semanggi I dan II 1998/1999, Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998/1999, Peristiwa Simpang KKA di Aceh 1999, Peristiwa Wasior Papua 2001/2022, Peristiwa Wamena Papua 2003, dan Peristiwa Jambo Keupok di Aceh 2003.
Baca juga: Jokowi Akui 12 Pelanggaran HAM Berat, PGI Minta Penghapusan Materi Sejarah Saat Ini
EKA YUDHA SAPUTRA | M JULNIS FIRMANSYAH