TEMPO.CO, Jakarta - Draf final Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau RKUHP mengatur ancaman pidana penjara enam bulan bagi penyelenggaraan demonstrasi tanpa pemberitahuan.
"Setiap orang yang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang berwenang mengadakan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi di jalan umum atau tempat umum yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II (Rp10 juta)," bunyi Pasal 256 RKUHP.
Selanjutnya dalam Pasal 357, disebutkan setiap orang yang mengabaikan perintah atau petunjuk pejabat yang berwenang yang diberikan untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan menghindarkan kemacetan lalu lintas umum sewaktu ada pesta, pawai, atau keramaian (demonstrasi) semacam itu dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II (Rp10 juta).
Aturan dalam draf teranyar ini berbeda dengan draf RKUHP 2019. Ada penyesuaian ancaman pidana, hukuman saat ini lebih ringan. Dalam draf sebelumnya, penyelenggaraan demonstrasi tanpa pemberitahuan diancam pidana satu tahun penjara.
"Setiap orang yang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang berwenang mengadakan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi di jalan umum atau tempat umum yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II," bunyi pasal 273 RKUHP draf 2019.
Sebelumnya, Badan Eksektufi Mahasiswa Universitas Indonesia atau BEM UI meminta aturan tentang demonstrasi di Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana itu dicabut. BEM UI menilai aturan tentang demonstrasi yang memuat ancaman pidana itu bisa mengekang kebebasan berekspresi dan berpendapat.
“Padahal unjuk rasa itu sendiri adalah kepentingan umum,” kata Ketua BEM UI Bayu Satria Utomo dalam diskusi daring, Kamis, 16 Juni 2022.
Bayu mengatakan tanpa adanya ancaman pidana di RKUHP itu pun, mahasiswa sering kesulitan untuk melakukan unjuk rasa. Dari pengalaman unjuk rasa sebelumnya, dia mengatakan sudah berusaha memberikan surat pemberitahuan unjuk rasa ke kepolisian. Namun, seringkali surat itu ditolak atau mahasiswa tidak diberikan surat tanda terima.
Baca juga: Ogah Temui Mahasiswa Penolak RKUHP, Wamenkumham: Diundang Enggak Datang, Ngapain Ditemui
DEWI NURITA