TEMPO.CO, Jakarta -Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman merupakan salah satu lembaga penelitian paling bergengsi di Indonesia. Lembaga ini bergerak di bidang biologi molekuler dan bioteknologi kedokteran.
Sejak September 2021, LBM Eijkman diintegrasikan dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional alias BRIN dan berganti nama menjadi Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman.
Sebelumnya, Lembaga Eijkman berada di bawah naungan Kementrian Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi.
Melansir laman resmi Eijkman Institute, lembaga ini memiliki misi untuk memajukan perkembangan penelitian dasar dan terapan bidang biologi molekuler di Indonesia serta menerapkan kemajuan tersebut untuk kesejahteraan masyarakat.
Lembaga Eijkman didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1888 dengan nama Central Geneeskundig Laboratorium atau Laboratorium Pusat Kesehatan Masyarakat.
Pada peringatan 50 tahun pendiriannya, Geneeskundig Laboratorium berubah menjadi Eijkman Institute. Nama tersebut diambil dari nama dokter syaraf peraih Hadiah Nobel Kedokteran sekaligus direktur pertama lembaga ini, Christian Eijkman.
Ketika diangkat menjadi direktur, Eijkman mendapat tugas untuk meneliti penyakit beri-beri. Ia menghasilkan penemuan besar tentang hubungan antara penyakit tersebut dengan kekurangan vitamin B1.
Penemuan Eijkman lantas membuka khazanah baru tentang vitamin. Berkat jasanya tersebut, ia mendapat Penghargaan Hadiah Nobel 1929, setahun sebelum ia meninggal dunia di Belanda.
Pada puncaknya di awal abad lalu, Institut Eijkman menjadi pusat pengobatan tropis yang terkenal di dunia. Akan tetapi, lembaga ini sempat ditutup pada tahun 1960-an di tengah kesulitan ekonomi karena perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Pada 1992, atas inisiatif BJ Habibie yang kala itu menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi, Lembaga Eijkman kembali dihidupkan. Lembaga ini mulai beroperasi pada April 1993 dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 19 September 1995.
Selanjutnya: Sebagai badan riset, Lembaga Eijkman...