Sebagai badan riset, Lembaga Eijkman memiliki kontribusi dalam mengidentifikasi pelaku bom bunuh diri pada kasus terorisme, menghasilkan pengakuan peran garis depan biologi molekuler dalam menanggapi keamanan hayati dan ancaman biosekuriti, serta dalam diagnosis penyakit menular yang baru muncul, seperti flu burung dan Covid-19.
Hingga tahun 2014, Lembaga Eijkman dipimpin oleh Sangkot Marzuki, ahli biomolekuler lulusan University of Monash, University Australia. Setelah itu, posisi Kepala LBM Eijkman periode 2014 – 2021 digantikan oleh Amin Soebandrio.
Ilustrasi penelitian di Lembaga Biologi Molekular Eijkman. Sumber: dokumen Lembaga Eijkman
Perubahan status LBM Eijkman menjadi PRBM Eijkman ditandai dengan serah terima simbolis manajemen dari Amin Soebandrio kepada Plt. PRBM Eijkman, Wien Kusharyoto.
“Masuknya Lembaga Biologi Molekuler Eijkman kepada BRIN yang menjadi Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman maka kompetensi para periset biologi molekuler akan semakin meningkat. Apalagi selama ini LBM Eijkman sudah memiliki budaya riset yang tinggi, maka budaya ini tentunya akan menjadi PR bagi Kepala Pusat yang baru,”ujar Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, sebagaimana dilansir Tempo.co dari laman resmi BRIN.
Fasilitas Lembaga Eijkman yang sebelumnya berada di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) juga akan dipusatkan di Gedung Genomik di Cibinong Science Center (CSC). Pemindahan tersebut akan mulai dilakukan pada semester pertama 2022.
SITI NUR RAHMAWATI
Baca : BRIN Tawarkan Rekrut Eks Peneliti Eijkman, Salah Satunya Jalur PPPK