TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) akan memantau Sekolah Dasar Negeri di Tarakan, Kalimantan Utara, yang diduga tidak menaikkan kelas tiga siswa karena agama yang dianut.
“Itjen Kemendikbudristek bersama KPAI akan melakukan pemantauan langsung ke Tarakan, pada 22-26 November 2021,” kata Komisioner KPAI Retno Listyarti, dalam keterangannya, Ahad, 21 November 2021.
Retno mengatakan, tim pemantauan akan bertemu dengan orang tua pengadu dan anak-anaknya, pihak sekolah, Dinas Pendidikan Kota Tarakan, Inspektorat Kota Tarakan, dan LPMP Kalimantan Utara.
KPAI sebelumnya mendapatkan laporan dari orang tua ketiga siswa. Siswa tersebut merupakan kakak beradik yang menganut agama Saksi Yehuwa. Mereka adalah M (14 tahun) kelas 5 SD, Y (13 tahun) kelas 4 SD, dan YT (11 tahun) kelas 2 SD. Mereka tidak naik kelas pada tahun ajaran 2018/2019, 2019/2020; dan 2020/2021.
Berdasarkan aduan, kata Retno, alasan ketiga anak tidak naik kelas berbeda-beda setiap tahunnya. Mulai dari sekolah menolak memberikan pelajaran agama, sampai anak diminta menyanyikan lagu rohani yang tidak sesuai keyakinannya.
Menurut Retno, orang tua korban sudah melakukan perlawanan hukum dan selalu menang di Pengadilan Tata Usaha Negara. Namun, pihak sekolah selalu punya cara setiap tahunnya untuk tidak menaikkan kelas ketiga anak. “Keputusan ke jalur hukum ditempuh orang tua korban lantaran jalur dialog dan mediasi menemui jalur buntu,” ujarnya.
Secara psikologi, kata Retno, ketiga anak sudah terpukul dan mulai kehilangan semangat belajar. Mereka malu dengan teman-teman sebayanya yang sudah tertinggal kelas selama 3 tahun berturut-turut. Bukan karena tidak pandai akademik, tapi karena perlakuan diskriminasi atas keyakinan yang mereka anut.
“Ketiga anak sudah menyatakan dalam zoom meeting dengan KPAI dan Itjen KemendikbudRistek, bahwa mereka tidak mau melanjutkan sekolah jika mereka tidak naik kelas lagi untuk keempat kalinya,” kata Retno.
Retno mengatakan, dalam kasus ini, pihak sekolah diduga kuat melakukan pelanggaran. Antara lain menghalangi ketiga anak mendapatkan pendidikan agama yang seagama, mempersulit ketiga anak mendapat pendidikan dasar, tidak mempertimbangkan dampak permanen atas mental dan motivasi belajar siswa.
Kemudian tidak memberikan toleransi pada pelaksanaan keyakinan agama ketiga anak di lingkungan Sekolah Dasar tersebut, dan menghambat tumbuh kembang ketiga anak. “Tidak ada alasan yang mendesak hingga membuat ketiga anak tinggal kelas terus,” ucapnya.
FRISKI RIANA
Baca: KPAI Dorong Kementerian Kesehatan Percepat Vaksinasi Anak