TEMPO.CO, Jakarta - Divisi Riset dan Dokumentasi KontraS, Rozy Brilian mengatakan ramainya tagar Percuma Lapor Polisi seharusnya bisa menjadi masukkan untuk evaluasi korps Bhayangkara.
“Institusi Kepolisian tak boleh resisten terhadap kritik atau bahkan justru menuding balik orang yang mengkritik sebagai sebuah penyerangan,” ujarnya dalam konferensi pers secara virtual pada Senin, 11 Oktober 2021.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyebut kritikan publik melalui #PercumaLaporPolisi harus menjadi bahan evaluasi secara mendalam dan serius.
Apalagi hal tersebut sejalan dengan misi kepolisian yakni Presisi. Rozy mengatakan, dengan begitu kepolisian bisa memperbaiki pelayanan dan pengayoman yang selama ini masih menjadi masalah bagi publik.
Ramainya #PercumaLaporPolisi yang dipantik oleh laporan Project Multatuli perihal kasus pencabulan tiga orang anak oleh ayahnya sendiri di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Kasus ini mengungkap kenihilan hasil dari upaya publik untuk mendapatkan keadilan, baik dari segi pelayanan maupun pengayoman, mulai dari pencarian terhadap barang hilang, penanganan sebuah perkara, hingga pelanggaran yang dilakukan oleh anggota kepolisian itu sendiri.
“Kasus ini dapat menjadi ukuran bahwa kinerja Kepolisian masih jauh dari memuaskan,” ujar Rozy.
Sementara itu, Kepala Divisi Hukum KontraS Andi Muhammad Rezaldi mengatakan peristiwa yang melatarbelakangi munculnya tagar percuma lapopr polisi merupakan masalah struktural dalam tubuh kepolisian.
“Dari tubuh kepolisian perlu adanya reformasi secara menyeluruh, baik reformasi institusional dan kultural,” ujarnya. Reformasi institusional polisi ini berkait dengan mekanisme pengawasan baik dari lembaga pengawas internal maupun eksternal.
Baca juga: Menanti Profesionalisme Polisi dalam Kasus Pemerkosaan Anak di Luwu Timur