TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf mengatakan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan DPR harus menggunakan pendekatan substantif dalam memilih calon panglima TNI. Yaitu, memilih calon yang bisa mendorong reformasi dan transformasi di tubuh TNI.
"Untuk itu, Presiden harus banyak mendengarkan pendapat dari banyak lembaga negara," kata Al Araf dalam diskusi bertajuk Pergantian Panglima TNI dan Transformasi TNI, Kamis, 9 September 2021.
Lembaga negara yang dimaksud, seperti Komnas HAM dan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengetahui komitmen calon mengenai HAM dan pemberantasan korupsi. Dia mengatakan Presiden juga harus mendengarkan masukan dari masyarakat sipil. “Itu kalau presidennya mau,” kata dia.
Sayangnya, kata Al Araf, pemilihan Panglima TNI biasanya lebih besar dipengaruhi oleh faktor politik. Dia mengatakan pengaruh bisa datang dari partai politik atau bekas pendukung presiden pada saat pemilihan.
“Ini yang bikin rumit, saya harap presiden menghindari pertimbangan politik dan lebih pada pendekatan normatif dan substantif, karena itu baik untuk transformasi TNI ke depan,” kata dia.
Selain itu, Al Araf menyebut bahwa Pasal 13 ayat (4) Undang-Undang TNI mengamanatkan jabatan panglima dijabat secara bergantian antarmatra. Pergantian itu dilakukan agar tidak muncul kecemburuan antarmatra di tubuh TNI. Dia menyebutkan saat ini Panglima TNI dijabat Hadi Tjahjanto yang berasal dari TNI Angkatan Udara. Sebelumnya, Panglima TNI adalah Gatot Nurmantyo yang berasal dari Angkatan Darat dan Moeldoko yang dari Angkatan Darat.
Baca: Harta Calon Panglima TNI: Andika Punya Tanah di AS, Yudo Miliki 18 Bidang Tanah