TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Hukum Tata Negara Bivitri Susanti mengatakan Rektor Universitas Indonesia (Rektor UI) Ari Kuncoro seharusnya mundur dari jabatannya saat ini. Hal ini karena ia sempat mengambil jabatan sebagai Wakil Komisaris Utama Bank Rakyat Indonesia (BRI).
"Secara etik dia sudah tidak pantas menjadi rektor yang harusnya menjunjung tinggi etika akademik. Harusnya dia paham sendiri lah alias tahu diri, kalau masih punya etik sebagai pagar hidupnya," kata Bivitri saat dihubungi, Kamis, 22 Juli 2021.
Ari Kuncoro per hari ini telah mundur dari jabatannya sebagai Wakomut BRI. Namun Bivitri mengatakan hal ini tak menghapuskan fakta bahwa Ari telah melanggar Statuta UI sebelumnya.
Keberadaan PP nomor 75 tahun 2021 yang diterbitkan pada 2 Juli 2021 lalu, memang akhirnya membuat jabatan Rektor UI bisa merangkap jabatan lain di BUMN/BUMD, kecuali direksi. Namun Bivitri mengatakan PP tersebut bersifat tidak berlaku surut. Artinya, sebelum PP itu terbit, Ari yang sudah sempat menjabat Wakomut BRI telah melanggar statuta, yang diatur dalam PP nomor 68 tahun 2013.
"Harusnya dengan kondisi dia sudah melanggar statuta, dia mundur dari jabatan rektor, bukan mundur dari jabatan komisaris," kata Bivitri.
Bivitri juga mempertanyakan terbitnya PP nomor 75 tahun 2021 itu. Ia mengatakan aturan itu berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan profesionalisme. Dalam lingkup kampus, ia mengatakan konflik kepentingan bukan hanya soal good governance, tetapi juga soal relasi kampus dengan pemerintah.
"Kampus sebagai wadah kaum intelektual punya peran penting dalam demokrasi, untuk jadi suara alternatif bagi pemerintah. Kalau pejabat tertinggi kampus punya kepentingan karena punya jabatan lain di pemerintahan, ini akan membuka peluang pelanggaran kebebasan akademik," kata Bivitri.