Pemberian Izin HPH dan HTI menjadi kewenangan pemerintah pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. “Yang paling berbahaya itu HPH dan HTI, setiap kali mau masuk kami selalu memberikan surat keberatan kepada pemerintah pusat, tetapi pemerintah pusat tetap memberikan izin dan kewenangan tidak ada pada kami” katanya.
Menurut Korta, selama ini tidak ada manfaat yang didapatkan dari perusahaan kayu yang melakukan penebangan hutan di Siberut dan pulau lain di Kepulauan Mentawai.
“Jujur tidak ada manfaatnya, dana pembagian dari pemerintah pusat dari hasil HPH ke Kepulauan Mentawai itu hanya Rp 2 miliar setahun, sekarang ada banjir besar di Siberut, habis uang kita untuk menangani kerugian masyarakat, infrastruktur yang telah dibangun rusak, seperti jalan dan jembatan,” ujarnya.
Yayasan Citra Mandiri Mentawai (YCMM), NGO di Kepulauan Mentawai meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) merevisi izin pemanfaatan hutan yang sudah dikeluarkan di Mentawai karena berdampak besar terhadap banjir di kepulauan tersebut.
Direktur YCMM Rifai Lubis mengatakan banjir di Pulau Siberut terjadi hampir setiap tahun dan daerah yang terkena banjir kebanyakan berada sekitar lokasi bekas wilayah izin konsesi HPH yang pernah beroperasi maupun HPH yang sedang beroperasi.
“Banjir ini kembali mengkonfirmasi bahwa kebijakan pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Kayu, baik kayu dari hutan alam (HPH) maupun Hutan Tanaman (HTI) sangat tidak tepat, kami meminta KLHK menarik izin pemanfaatan hutan yang sudah dikeluarkan, juga meninjau ulang kembali kelayakan izin HTI di Siberut,” kata Rifai.
Liputan ini atas dukungan Rainforest Journalism Fund yang bekerja sama dengan Pulitzer Center.