Saat menjabat sebagai ketua Komite Nasional Manusia dan Biosfer (MaB) dari LIPI, Endang Sukara menyurati Menteri Kehutanan yang akan mengeluarkan izin untuk beroperasinya HPH Salaki Suma Sejahtera pada 22 Februari 2006 .
Dalam surat itu ia mengingatkan Pulau Siberut yang dihuni jenis langka dan endemik itu tidak layak untuk kegiatan praktek HPH yang menebang kayu dengan menggunakan mekanisme alat-alat berat seperti traktor dan buldozaer. Dampak kerusakan sistem orologi atau tata rupa gunung dan hidrologi atau tata air akan terlalu besar karena sifat Pulau Siberut yang rentan terhadap perubahan.
Pulau kecil seperti Siberut sumber air permanennya terbatas. Apabila hutan terbuka keberadaan air tawar akan habis. Tapi, surat Endang Sukara tak digubris Menteri Kehutanan waktu itu, MS Kaban. Izin HPH tetap dikeluarkan kepada PT Salaki Suma Sejahtera. “Saya sangat prihatin dengan Siberut, semoga Galapagos Asia itu bisa diselamatkan,” kata Endang.
Rizaldi, ahli primata dari Jurusan Biologi Universitas Andalas, Padang mengatakan pembukaan Hutan Tanaman Industri di Siberut akan memusnahkan keempat jenis primata. Karena semua vegetasinya hilang dan tidak ada harapan primata untuk hidup di sana. Dua spesies utama yang paling terdampak adalah Bilou dan Simakobu, Kemudian Joja dan Bokoi.
“Dalam kurun yang singkat primata ini akan kehilangan potensi makan, kehilangan tempat tidur, akan kehilangan tempat berjalan, tempat berayun, dan akan kehilangan makanan, tidak satupun primata yang bisa hidup di situ lagi,” katanya.
Wakil Bupati Mentawai Kortanius Sabeleake mengatakan 82 persen luas hutan di Kepulauan Mentawai dikuasai oleh negara sebagai hutan produksi dan konservasi. Hanya 18 persen yang bisa dikelola Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai.